Sejak pukul 11.30 WIB, puluhan wartawan Indonesia dan asing
mengerubungi tangga utama di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), Jakarta Pusat, kemarin, Rabu (22/5). Tepat satu lantai
di atas kerumunan itu, Menteri ESDM Jero Wacik dan jajarannya menemui
direksi Freeport McMoRan Copper & Gold Incorporated, perusahaan
pengelola tambang emas dan perak terbesar sejagat.
Tak tanggung-tanggung, perusahaan yang berkantor pusat di Kota
Phoenix, Arizona, Amerika Serikat itu diwakili langsung sang Presiden
Direktur, yaitu Richard C. Adkerson. Direktur Utama PT Freeport
Indonesia yang mengelola tambang di Tembagapura, Papua, Rozik B.
Soetjipto, turut hadir dalam pertemuan tertutup itu.
Jero mengaku memanggil mereka untuk mencari tahu penyebab longsornya
atap Gua Big Gossan di area Freeport, Tembagapura, pada 14 Mei lalu yang
menyebabkan 28 karyawan meregang nyawa dan 10 cedera.
Berdasarkan keterangan Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi,
Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum Indonesia awal pekan ini,
insiden di area Freeport Papua itu merupakan kecelakaan tambang terburuk
sepanjang sejarah republik ini. Bahkan Duta Besar Amerika untuk
Indonesia Scot Marciel mengakui data itu. "Dari perspektif kami ini
adalah kecelakaan buruk," ujar Scot kemarin.
Sebelum insiden Big Gossan, kecelakaan kerja tambang paling buruk di
Indonesia menimpa pekerja PT Kideco Jaya Agung, di Penajam Paser Utara,
Kalimantan Timur, tiga tahun lalu. Ada tujuh kasus karyawan meninggal di
tambang Kideco, sejak Januari sampai Juni 2010, dengan lima masuk
kategori kecelakaan kerja.
Pertemuan Jero dan direksi Freeport berlangsung kurang lebih satu
jam. Mereka pun langsung menggelar jumpa pers bersahaja, sambil berdiri
di tangga, sesudahnya.
Nyaris sepanjang pertemuan dengan media itu, Jero menjadi "juru
bicara" Freeport dadakan. Dia memaparkan kronologi kejadian, jumlah
korban tewas, termasuk menjelaskan skema santunan dan beasiswa bagi
keluarga yang ditinggalkan akibat musibah itu.
Sampai-sampai keterangan bahwa keluarga korban menjadi prioritas
diterima bila mendaftar kerja di Freeport pun tercetus dari keterangan
Jero, bukan dari direksi perusahaan tambang itu.
Richard, sang bos besar Freeport, mengucapkan bela sungkawa,
mengapresiasi kerja keras 200-an tim penyelamat, dan berjanji
bekerjasama dengan tim investigasi independen untuk mengungkap penyebab
acara pelatihan keselamatan pekerja tambang bawah tanah itu bisa
berakhir jadi bencana.
Sementara Dirut Freeport Indonesia, Rozik, hanya menambahkan beberapa
detail. Khususnya soal produksi 220.000 ton bahan mentah emas dan perak
yang tak terkeruk setiap hari, selama sepekan pascakejadian. Sampai
sekarang, aktivitas penambangan di Tembagapura memang berhenti total.
Tambang di Papua menyumbang 30 persen keseluruhan pendapatan kantor
pusat Freeport.
Tak cuma menjadi juru bicara, Jero sempat pula jadi "penerjemah"
ucapan Richard. Bos Freeport itu usai bicara soal sejarah Big Gossan
yang mulai beroperasi sebagai fasilitas pelatihan karyawan pada 1998.
"Jadi saudara-saudara, salah satu kalimat yang Pak Richard sebut
tadi, dia sering berada di lokasi kejadian. Bisa-bisa dia yang kena
ambrukan kalau pas kejadian di sana meresmikan (pelatihan). Bagi dia itu
tempat safe, itu yang dia sampaikan," ujar Jero di sela-sela jumpa pers
kemarin.
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu lantas menegaskan
Freeport sudah bekerja keras, sebab lokasi musibah sulit dan tidak
stabil. Batu-batu seberat 500 ton bisa sewaktu-waktu menimpa tim
penolong. Karena itu, Jero menampik anggapan bahwa kejadian di Papua
sama dengan insiden tambang emas di Cile.
"Jadi ruangan itu di bawah tanah kemudian ambruk, berbeda dengan yang
terjadi di Cile. Kalau di Cile, orang ada di ruangan jalannya yang
jatuh, mereka terjebak," kata Jero.
Ketika wartawan berebut ingin bertanya, Jero pula yang membatasi
jumlah penanya tiga saja maksimal. Politikus Demokrat itu tidak
menjelaskan alasannya membatasi sesi tanya jawab, meski sesuai jadwal,
direksi Freeport memang bakal bertolak ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Alhasil, pertanyaan penting khususnya soal kabar Freeport melarang
pejabat tinggi, termasuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin
Iskandar memantau lokasi kejadian, urung terklarifikasi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat menyatakan Freeport
"melarang" kunjungan pejabat tinggi selama proses evakuasi awal pekan
ini di Istana Negara. Pengakuan SBY sontak menimbulkan pro-kontra di
masyarakat soal kesan pemerintah tunduk pada perusahaan asing.
"Semula menteri ESDM, menteri Tenaga Kerja akan berangkat ke lokasi.
Tapi permintaan dari Freeport di Tembagapura, sementara mereka ingin
fokus, konsentrasi untuk jalankan tugas. Dan memohon kepada Jakarta agar
kehadiran pejabat dari Jakarta menunggu beberapa saat sampai situasinya
tepat," ujar presiden, Senin (20/5).
Berikutnya, ketika ada pertanyaan mengenai renegosiasi kontrak karya,
isu yang sensitif bagi Freeport, lagi-lagi Jero yang menjawab, bukan
jajaran direksi.
"Renegosiasi itu sulit, diucapkan saja sulit, apalagi mengerjakan.
Tapi kita berjalan terus dengan Freeport, Newmont, Vale, dan
tambang-tambang lain," kata Jero yang berdiri tepat di sebelah kanan
Richard.
Freeport dan Newmont sejak dua tahun terakhir memang jadi incaran
utama pemerintah agar bersedia mengubah skema bagi hasil tambang.
Kementerian ESDM sudah mengutus Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara
Thamrin Sihite melakukan negosiasi, tapi perusahaan Amerika itu masih
menolak beberapa klausul. Sehingga renegosiasi sampai sekarang baru
sebatas wacana dan mandeg sepenuhnya.
Ada enam poin yang masih harus dibahas bersama terkait renegosiasi,
yaitu luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara atau
royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi dan
kewajiban penggunaan barang atau jasa pertambangan dalam negeri.
Richard dan Rozik sama sekali tidak mengomentari isu kontrak karya.
Usai konferensi pers mereka langsung naik ke ruangan atas dan keluar
lewat pintu samping.
Seakan tahu dirinya terkesan melindungi Freeport selama konferensi
pers, Jero langsung membela diri. Dia menegaskan bahwa santunan yang
besar kepada keluarga korban tewas ambruknya atap gua itu, mencapai Rp 1
miliar, merupakan idenya.
"Saya memihak pada rakyat, saya tidak memihak Freeport. Saya memihak
karyawan, tentu saya mengawal kepentingan karyawan yang seharusnya.
Memang itu tugasnya pemerintah. Sampai mau (Freeport) kasih beasiswa
putra-putri korban, itu penyampaian kami, saya bilang kami harus
melindungi karyawan indonesia," tuturnya.
Terkait sanksi bila Freeport terbukti melakukan kelalaian sehingga
gua pelatihan itu longsor, Jero enggan berspekulasi. Dia hanya
menyatakan hukum bakal ditegakkan dan publik sebaiknya menunggu
keterangan tim investigasi independen yang diisi ahli Institut Teknologi
Bandung serta pakar tambang dari luar negeri.
"Kita tidak boleh menduga, tim sedang bekerja, tim masih dalam
progress. Secara teknis semua dicek. Kalau ada unsur-unsur kesengajaan
tentu ada hukumnya," tandasnya.
Kini, publik hanya bisa menunggu hasil investigasi tim independen
untuk mengetahui musabab ambruknya gua itu. Sejauh ini nama baik
Freeport, meski baru saja terlibat insiden terburuk pertambangan Tanah
Air, terselamatkan. Khususnya berkat pemaparan detail insiden saat
konferensi pers dari sang pejabat negara, Jero Wacik.
sumber:http://www.merdeka.com
Rabu, 22 Mei 2013
Tewaskan 28 orang, Jero Wacik selamatkan muka Freeport
0 Komentar di Blogger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)