Berita

Berbagi berita dari dalam maupun luar negeri. Mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Dunia Islam

Kumpulan artikel islami penambah kadar keimanan.

Movie

Update Movie, Informasi untuk penggemar film, simak info terbaru seputar dunia perfilman,Anime,Animation 3d,Hollywood,Bollywood,dan Asia.

Download Music ,Game and Software

Music ,game and software.

Misteri and Supranatural

Supranatural,Budaya,Spiritual and Misteri. Informasi bagi penggemar supranatural baik yang berangkat dari budaya maupun yang terkait dengan dunia spiritual.

Dunia IT

berbagi segala sesuatu tentang komputer dan internet..

Dunia Animasi and Multimedia

Belajar Animasi 3D dan 2D serta berbagi segala sesuatu Informasi tentang Perfilman Animasi..

Menu

Selasa, 20 Agustus 2013

KPK tetapkan 2 tersangka terkait pembangunan Pelabuhan Sabang

http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2013/08/20/236211/540x270/kpk-tetapkan-2-tersangka-terkait-pembangunan-pelabuhan-sabang.jpg


Dalam dugaan penyelidikan tindak pidana korupsi pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh, KPK memutuskan untuk menaikkan ke tahap penyidikan. KPK menetapkan dua orang yakni Ramadhani Ismy dan Heru Sulaksono sebagai tersangka.

"Modus ada dugaan penggelembungan anggaran atau mark up proyek tersebut tahun anggaran 2006-2010," ujar Jubir KPK Johan Budi SP, Selasa (20/8).

Heru selaku Kepala Cabang Nindya Karya Nanggroe Aceh dan Ramadhani selaku pejabat pembuat komitmen satuan kerja kawasan perdagangan bebas Pelabuhan Sabang. Akibat perbuatan keduanya, negara mengalami kerugian mencapai Rp 249 miliar.

"Sementara ini diduga atas perbuatan tersangka itu negara mengalami kerugian Rp 249 miliar," ujar Johan.

Terkait nilai proyeknya, Johan mengaku belum mendapatkan informasi. Keduanya Ramadhani dan Heru, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsidiair Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP



sumber:http://www.merdeka.com/

Jumat, 16 Agustus 2013

Ekses Kasus Hambalang Terhadap Kredibitas Pemerintah

http://theglobal-review.com/images/news/Hambalang.jpg

Penulis : Datuak Alat Tjumano, pengamat politik dan keamanan.

Masalah Hambalang sudah cukup lama menggantung, sehingga memang tepat apabila sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan bagaimana kelanjutan proses penanganan masalah ini oleh KPK, karena BPK yang sudah lama diketahui masyarakat memproses masalah ini.

Dua lembaga penting yang menangani masalah korupsi ini, yakni KPK dan BPK, adalah lembaga yang secara struktural dan konstitusional merupakan lembaga yang berstatus independent tidak berada dalam pengendalian Pemerintah cq Kabinet, jadi juga cukup benar apabila Indonesia Corruption Watch juga tidak menyinggung Pemeritah dalam penanganan kasusini.

Namun dengan berlarut-larutnya penanganan kasus korupsi Hambalang secara tidak langsung ada dua masalah yang  pantulannya dapat mengakibatkan kerugian pada Pemerintah yakni, pertama bisa muncul tuduhan terselubung seolah-olah Pemerintah berkepentingan dengan berlatut-larutnya penanganan kasus Hambalang.

Tuduhan terselubung tersebut antara lain seolah-olah Pemerintah tidak membantu memecahkan kesulitan KPK misalnya dibidang kurangnya penyidik, terbatasnya ruangan di gedung KPK dan lain-lain. Kedua berlarut-larutnya kasus Hambalang juga menyebabkan proyek pengerjaan fisik Stadion Hambalang sebagai fasilitas yang dirancang untuk memajukan olahraga menjadi terhambat.

Lebih dramatis dari kedua kerugian Pemerintah tersebut adalah hasil kerja Pemerintah selama hampir sepuluh tahun, yang meski pun dengan susah payah negara dan bangsa Indonesia berhasil untuk tetap survive sehingga mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk mewujudkan berbagai tujuan kemerdekaan, namun selalu ternoda bahkan dirusak imagenya karena masalah korupsi yang setiap hari seolah-olah bertambah jumlahnya, sementara pentuntasan masalah-masalah yang sudah terungkap seolah-olah mengesankan sangat lambat progresnya.Bahkan kadang-kadang seperti berhenti, misalnya kasus bank Century.

Oleh karenanya tanpa mengurangi penghargaan atas hasil kerja yang sudah dicapai oleh baik KPK maupun BPK,  maka Pemerintah pun bukan sekedar memahami ketidaksabaran masyarakat seperti antara lain dicetuskan oleh Indonesia Corruption Watch, Pemerintah juga ikut mengharapkan dan mendesak baik KPK  maupun BPK dapat memprioritaskan penanganan kasus-kasus korupsi yang oleh masyarakat diberi sebutan sebagai masalah-masalah kakap, sehingga masyarakat,  tidak terus menerus kurang mengapresiasi prestasi Pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Proklamasi yang dengan susah payah dilakukan selama hampir sepuluh tahun mengabdi kepada kepentingan Bangsa dan Negara ini.


  sumber:http://theglobal-review.com

Amerika-Inggris-Australia-Belanda, Mata-Rantai Gerakan Internasionalisasi Untuk Papua Merdeka

http://theglobal-review.com/images/news/Papua%20Indonesia.jpg

Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sekarang secara gencar mengembangkan manuver internasionalnya lewat Free West Papua Campaign, kiranya perlu dicermati secara intensif dan penuh kewaspadaan. Betapa tidak. Pada 28 April 2013 lalu, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris secara resmi dibuka. Tak pelak lagi, hal ini mengindikasikan semakin kuatnya tren ke arah internasionalisasi isu Papua tidak saja di Amerika Serikat, melainkan juga di Inggris, Australia dan Belanda.

Bayangkan, pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris dihadiri oleh Walikota Oxford Mohammaed Niaz Abbasi, anggota Parlemen Inggris,Andrew Smith, dan mantan Walikota Oxford, Elise Benjamin. Bagaimanapun juga hal ini secara terang-benderang menggambarkan adanya dukungan nyata dari berbagai elemen strategis Inggris baik di pemerintahan, parlemen dan tentu saja Lembaga Swadaya Masyarakat.
Mari kita simak pernyataan anggota parlemen Andrew Smith, dalam acara pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris tersebut. “Kami akan bekerja sama dengan orang-orang di kantor baru kami di Port Moresby, PNG pada strategi menuju tujuan penentuan nasib sendiri bagi Papua Barat.”
Pernyataan Andrew Smith harus dibaca sebagai isyarat bahwa gerakan internasionalisasi Papua sedang gencar dilakukan baik di lini pemerintahan maupun  parlemen di Amerika, Inggris, Australia dan Belanda. Penekanan Andrew Smith terkait upaya melibatkan PNG, harus dibaca sebagai bagian integral dari aliansi strategis Amerika Serikat-Inggris-Australia untuk meng-internasionalisasi isu Papua, sebagai langkah awal menuju kemerdekaan Papua, lepas dari Indonesia.
Kekhawatiran tersebut kiranya cukup beralasan, karena dua bulan setelah peresmian kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris, kelompok Jhon Otto Ondawame dan Andy Ayamiseba melalui organisasi West Papua National National Coalition for Liberation (WPNCL) diundang ke KTT ke-19 forum negara-negara rumpun Melanesia (Melanesian Spearhead Group/ MSG) di Noumea, New Caledonia. Tindak lanjut dari KTT MSG itu, mereka akan mengirimkan delegasi para Menlu ke Jakarta dan Papua untuk memantau perkembangan kondisi HAM.

Gerakan Internasionalisasi Papua Bermula dari Washington
Ini bukan rumor ini bukan gosip. Sebuah sumber di Kementerian Luar Negeri RI mengungkap adanya usaha intensif dari beberapa anggota kongres dari Partai Demokrat Amerika kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk membantu proses ke arah kemerdekaan Papua secara bertahap. Gerakan ini sudah bermula sejak awal 2000-an.
Informasi ini kiranya masuk akal juga. Dengan tampilnya Presiden Barrack Obama di tahta kepresidenan Gedung Putih sejak 2008 lalu,  praktis politik luar negeri Amerika amat diwarnai oleh haluan Partai Demokrat yang memang sangat mengedepankan soal hak-hak asasi manusia. Karena itu tidak heran jika Obama dan beberapa politisi Demokrat yang punya agenda memerdekakan Papua lepas dari Indonesia, sepertinya memang akan diberi angin. Maka kejadian pembukaan kantor perwakilan OPM di Inggris April lalu, sudah seharusnya dipandang sebagai bukti nyata bahwa gerakan internasionalisasi Papua yang dirintis oleh beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat di Washington, memang tidak bisa dianggap enteng.
Beberapa fakta lapangan lain juga cukup mendukung. Sejak pertengahan 2000-an, US House of Representatives, telah mengagendakan agar DPR Amerika tersebut mengeluarkan rancangan FOREIGN RELATION AUTHORIZATION ACT (FRAA) yahg secara spesifik memuat referensi khusus mengenai Papua.
Kalau RUU ini lolos, berarti ada beberapa elemen strategis di Washington yang memang berencana mendukung sebuah opsi untuk memerdekakan Papua secara bertahap. Dan ini berarti, sarana dan perangkat yang akan dimainkan Amerika dalam menggolkan opsi ini adalah, melalui operasi intelijen yang bersifat tertutup dan memanfaatkan jaringan bawah tanah yang sudah dibina CIA maupun intelijen Departemen Luar Negeri Amerika. Bukan melalui sarana invasi militer seperti yang dilakukan George W. Bush di Irak dan Afghanistan.
Maka Kementerian Luar Negeri RI haruslah siap dari sekarang untuk mengantisipasi skenario baru Amerika dalam menciptakan aksi destabilisasi di Papua. Berarti, KementerianLuar Negeri harus mulai menyadari bahwa Amerika tidak akan lagi sekadar menyerukan berbagai elemen di TNI maupun kepolisian untuk menghentikan adanya pelanggaran- pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.
Dengan kata lain, Undang-Undang Foreign Relation Authorization Act (FRAA) akan dijadikan Pintu Masuk Menuju Papua Merdeka. Melalui FRAA ini, Amerika akan menindaklanjuti UU FRAA ini melalui serangkaian operasi politik dan diplomasi yang target akhirnya adalah meyakinkan pihak Indonesia untuk melepaskan, atau setidaknya mengkondisikan adanya otonomi khusus bagi Papua, untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada warga Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Skenario semacam ini jelasnya sangat berbahaya dari segi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan sialnya kita juga lemah di fron diplomasi maupun fron intelijen. Padahal, skema di balik dukungan Obama dan Demokrat melalui UU FRAA, justru diplomasi dan intelijen menjadi strategi dan sarana yang dimainkan Washington untuk menggolkan kemerdekaan Papua.

Waspadai Modus Kosovo Untuk Papua Merdeka
Dalam teori operasi intelijen, serentetan kerusuhan yang dipicu oleh OPM dengan memprovokasi TNI dan Polri, maka tujuannya tiada lain untuk menciptakan suasana chaos dan meningkatnya polarisasi terbuka antara TNI-Polri dan OPM yang dicitrakan sebagai pejuang kemerdekaan.
Skenario semacam ini sebenarnya bukan jurus baru bagi Amerika mengingat hal ini sudah dilakukan mantan Presiden Bill Clinton ketika mendukung gerakan Kosovo merdeka lepas dari Serbia, dan bahkan juga mendukung terbentuknya Kosovo Liberation Army (KLA).
Seperti halnya ketika Clinton mendukung KLA, Obama sekarang nampaknya hendak mencitrakan OPM sebagai entitas politik yang masih eksis di Papua dengan adanya serangkaian kerusuhan yang dipicu oleh OPM sepanjang 2009 ini.
Lucunya, beberapa elemen LSM asing di Papua, akan menyorot setiap serangan balasan TNI dan Polri terhadap ulah OPM memicu kerusuhan, sebagai tindakan melanggar HA Tapi sebenarnya ini skenario kuno yang mana aparat intelijen kita seperti BIN maupun BAIS seharusnya sudah tahu hal akan dimainkan Amerika ketika Obama yang kebetulan sama-sama dari partai Demokrat, tampil terpilih sebagai Presiden Amerika.
Isu-isu HAM, memang menjadi ”jualan politik” Amerika mendukung kemerdekaan Papua. Karena melalui sarana itu pula Washington akan memiliki dalih untuk mengintervensi penyelesaian internal konflik di Papua.
Di sinilah sisi rawan UU FRAA jika nantinya lolos di kongres. Sebab dalam salah satu klausulnya, mengharuskan Departemen Luar Negeri Amerika melaporkan kepada kongres Amerika terkait pelanggaran- pelanggaran HAM di Papua.
Maka, kejadian tewasnya 8 anggota TNI, jangan dibaca semata sebagai konsekwesnsi Perang antara TNI dan OPM, tapi lebih dari itu, untuk membenturkan antara TNI dan warga sipil Papua, yang nantinya seakan semua warga sipil Papua adalah OPM.

Rand Corporation Rekomendasikan Indonesia Dipecah Jadi 7 Wilayah
Dalam buku saya, Tangan-Tangan Amerika (Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia), terbitan Global Future Institute pada 2010, bahwa dalam skema yang dirancang Pentagon melalui rekomendasi studi Rand Corporation, Indonesia harus dibagi 8 wilayah, yang mana salah satu prioritas jangka pendek adalah memerdekakan Papua. Ini yang kemudian saya istilahkan dalam bukut saya sebagai BALKANISASI NUSANTARA.
Melalui skema Presiden Obama sejak 2008, dengan menggunakan jargon demokrasi dan penegakan HAM sebagai isu sentral, maka masalah masa depan Aceh dan Papua bisa menjadi duri dalam daging bagi hubungan Indonesia-Amerika ke depan.
Rekomendasi macam ini jelas tidak main-main mengingat kenyataan bahwa Rand Corporation merupakan sebuah badan riset dan pengembangan strategis di Amerika yang dikenal sering melayani secara akademis kepentingan Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) dan atas dukungan dana dari Pentagon pula. Sehingga bisa dipastikan rekomendasi-rekomendasi studi Rand Corporation ditujukan untuk menyuarakan kebijakan strategis Pentagon dan Gedung Putih.
Dengan demikian, internasionalisasi Papua dan Bahkan Aceh, yang sudah menerapkan otonomi daerah, ternyata masih merupakan isu sentral dan agenda mereka hingga sekarang. Bahkan dalam scenario building yang mereka gambarkan, wilayah Indonesia harus dipecah menjadi 7 bagian.
Sekadar informasi, rekomendasi Rand Corporation ihwal memecah Indonesia jadi 8 bagian tersebut dikeluarkan pada tahun 1998. Artinya, pada masa ketika Presiden Clinton masih menjabat sebagai presiden. Berarti rekomendasi Rand Corporation atas sepengetahuan dan sepersetujuan Presiden Clinton dan Pentagon.

Dengan demikian, menjadi cukup beralasan bahwa rekomendasi Rand Corporation tersebut akan dijadikan opsi oleh Obama. Karena rekomendasi Rand Corporation dikeluarkan ketika suami Hillary masih berkuasa.
Dalam skenario Balkanisasi ini, akan ada beberapa negara yang terpisah dari NKRI. Yang sudah terpisah Yaitu Timor Timur yang terjadi pada 1999 masa pemerinthan BJ Habibie. Lalu Aceh, sepertinya sedang dalam proses dan berpotensi untuk pecah melalui “sandiwara” MoU Helsinki dan kemungkinan (telah) menangnya Partai Lokal di Aceh pada Pemilu 2009 tahun ini. Kemudian Ambon, Irian Jaya, Kalimantan Timur, Riau, Bali. Dan sisanya tetap Indonesia.
Anggap saja skenario ini memang sudah ditetapkan oleh pemerintahan Obama, maka besar kemungkinan skenario ini akan dijalankan Amerika tidak dengan menggunakan aksi militer. Dalam skema ini, Diplomasi Publik Menlu Clinton, yang di era kedua kepresidenan Obama diteruskan oleh Menlu John Kerry,  akan menjadi elemen yang paling efektif untuk menjalankan skenario Balkanisasi Nusantara tersebut.
Dengan kata lain, mengakomodasi dan menginternasionalisasi masalah Aceh atau Irian Jaya, akan dipandang oleh Amerika sebagai bagian dari gerakan demokrasi dan penegakan HAM.
Menyadari kenyataan ini, rencana OPM berikutnya untuk membuka kantor perwakilannya di Belanda Agustus ini, kiranya menjadi satu hal yang logis. Berarti, Uni Eropa berperan besar dalam gerakan internasionalisasi Papua ini.
Dan hal ini, sudah terbukti melalui MOUS Helsinki untuk Aceh. Uni Eropa memang sejauh ini memang sudah menjadi pemain sentral di Aceh pasca MoU Helsinki. Misalnya saja Pieter Feith, Juha Christensen sementara dari persekutuan Inggris, Australia dan Amerika, mengandalkan pemain sentralnya pada Dr Damien Kingsbury dan Anthoni Zinni.
Mereka semua ini dirancang sebagai agen-agen lapangan yang tujuannya adalah memainkan peran sebagai mediator ketika skenario jalan buntu terjadi antara pihak pemerintah Indonesia dan gerakan separatis. Ketika itulah mereka-mereka ini menjadi aktor-aktor utama dari skenario internasionalisasi Aceh, Irian Jaya, dan daerah-daerah lainnya yang berpotensi untuk memisahkan diri dari NKRI. Motivasi para penentu kebijakan luar negeri Amerika memang bisa dimengerti. Karena dengan lepasnya daerah-daerah tersebut, Amerika bisa mengakses langsung kepada para elite daerah tanpa harus berurusan dengan pemerintahan di Jakarta seperti sekarang ini. Dorongan untuk memperoleh daerah pengaruh nampaknya memang bukan monopoli kepresidenan Bush. Obama pun pada hakekatnya bertujuan sama meski dengan metode yang berbeda.
 
Beberapa Sosok Asing di balik Gerakan Pro Papua Merdeka

Salah satu sosok yang harus dicermati adalah Eni Faleomavaega, Ketua Black Caucuses Amerika yang mengkampanyekan Irian Jaya sebagai koloni VOC bukan koloni Belanda di Kongres Amerika. Kabarnya, perwakilan Partai Demokrat dari American Samoa ini memimpin sekitar 38 anggota Black Caucuses yang mengklaim bahwa cepat atau lambat Papua akan merdeka.
Pengaruh tokoh satu ini ternyata tidak bisa dianggap enteng. Mari kita berkilas-balik sejenak.
Pada 2002, tak kurang dari Departemen Luar Negeri AS terpaksa menerbitkan Buku Putih Deplu tentang Papua pada 2002. Disebutkan bahwa Irian Jaya masuk Indonesia pada 1826. Sementara Pepera merupakan pengesahan atau legalitas masuknya Irian Jaya ke NKRI pada 1969.
Bayangkan saja, Departemen Luar Negeri AS sampai harus meladeni seorang anggota parlemen seperti Eni Faleomavaega. Dan ternyata manuver Eni tidak sebatas di Amerika saja. Melalui LSM yang dia bentuk, Robert Kennedy Memorial Human Right Center, Eni dan 9 orang temannya dari Partai Demokrat, melakukan tekanan terhadap Perdana Menteri John Howard, agar memberi perlindungan terhadap 43 warga Papua yang mencari suaka di di Australia. Alasannya, mereka ini telah menjadi korban pelanggaran HAM TNI.
Di Australia, Bob Brown, politisi Partai Hijau Australia, juga santer mendukung gerakan pro Papua Merdeka, dengan mendesak pemerintahan Howard ketika itu untuk mendukung proses kemerdekaan Papua. Tentu saja usul gila-gilaan itu ditampik Howard, namun sebagai kompensasi, pemerintah Australia memberikan visa sementara kepada 42 pencari suaka asal Papua.
Tentu saja hubungan diplomatik Australia-RI jadi memanas, apalagi berkembang isu ketika itu bahwa ke-43 warga Papua cari suaka ke Australia itu sebenarnya merupakan “agen-agen binaan” Australia yang memang akan ditarik mundur kembali ke Australia. Artinya, permintaan suaka itu hanya alasan saja agar mereka tidak lagi bertugas menjalankan operasi intelijen di Papua. Mungkin kedoknya sebagai jaringan intelijen asing di Papua, sudah terbongkar kedoknya oleh pihak intelijen Indonesia.

Dan isyarat ini secara gamblang dinyatakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan waktu itu, Widodo AS. Menurut Widodo, pemberian visa sementara kepada warga Papua oleh Australia, telah membenarkan adanya spekulasi adanya elemen-elemen di Australia yang membantu usaha kemerdekaan Papua.

Menurut penulis, dan kami-kami di Global Future Institute, pernyataan Widodo sebenarnya sebuah sindiran atau serangan halus terhadap gerakan asing pro Papua merdeka. Bahwa yang sebenarnya bukan sekadar adanya elemen-elemen di Australia yang membantu kemerdekaan Papua, tapi memang ada suatu operasi intelijen dengan target utama adanya Papua Merdeka terpisah dari NKRI.

Selain Amerika dan Australia, manuver Papua Merdeka di Inggris kiranya juga harus dicermati secara intensif. 15 Oktober 2008, telah diluncurkan apa yang dinamakan International Parliaments for West Papua (IPWP) di House of Commons, atau DPR-nya Kerajaan Inggris.
Misi IPWP tiada lain kecuali mengangkat masalah Papua di fora internasional. Meski tidak mewakili negara ataupun parlemen suatu negara, namun sepak-terjang IPWP tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebab IPWP bisa menjadi kekuatan penekan agar digelar referendum di Papua, penarikan pasukan TNI dari Papua, penempatan pasukan perdamaian di Papua di bawah pengawasan PBB.
Jelaslah sudah ini sebuah agenda berdasarkan skema Kosovo merdeka. Apalagi ketika IPWP juga mendesak Sekjen PBB meninjau kembali peranan PBB dalam pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (pepera) 1969, sekaligus mengirim peninjau khusus PBB untuk memantau situasi HAM di Papua.
Agar kita sebagai elemen bangsa yang tidak ingin kehilangan provinsi yang kedua kali setelah Timor Timur, ada baiknya kita mencermati skenario Kosovo merdeka.

Kosovo terpisah dari negara bagian Serbia pada 17 Februari 2008. Dengan didahului adanya tuduhan pelanggaran HAM di provinsi Kosovo. Papua Barat dianggap mempunyai kesamaan latarbelakang dengan Kosovo. Yaitu, Indonesia dan Serbia dipandang punya track record buruk pelanggaran HAM terhadap rakyatnya. Sehingga mereka mengembangkan isu bahwa Kosovo perlu mendapat dukungan internasional. Inilah yang kemudian PBB mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB 244 .

Seperti halnya juga dengan Kosovo yang memiliki nilai strategis dalam geopolitik di mata Amerika dan Inggris, untuk menghadapi pesaing globalnya, Rusia. Begitu pula di Papua, ketika perusahaan tambang Amerika Freeport dan perusahaan LNG Inggris, merupakan dua aset ekonomi mereka untuk mengeruk habis kekayaan alam di bumi Papua. Sekaligus untuk strategi pembendungan AS terhadap pengaruh Cina di Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara.

Waspadai Balkanisasi Nusantara
1.Indonesia ada rencana hendak dibelah dengan memakai model Polinesia (negara pulau) di Lautan Pasifik. Sehingga mulai beredar pengguliran Isu Negara Timor Raya di Provinsi Nusa Tenggara Timur mulai santer terdengar.
2. Indonesia akan dibelah jadi tiga negara dengan berdasar pada klasifikasi provinsi ekonomi kuat dengan rincian sebagai berikut:
a. Aceh, Riau dan United Borneao(Kalimantan).
b. Pusat wisata dan seni dunia semacam Bali, Flores, Maluku dan Manado,
c. Jawa, Sunda dan Daerah Khusus Jakarta.


MODUS OPERANDI
Dengan melihat perkembangan terkini berdasarkan prakarsa dua anggota Kongres AS untuk menggolkan seruan resolusi agar Baluchistan diberi hak sejarah menentukan nasib sendiri dan negara sendiri, lepas dari Pakistan, maka Global Future Institute merasa perlu mengingatkan kemungkinan langkah langkah dua tahap yang akan ditempuh Amerika Serikat dan Sekutu-sekutu Eropanya:

1. Melakukan Internasionalisasi Isu Provinsi yang bermaksud ingin merdeka dan lepas dari negara induknya. Keberhasilan prakarsa dua anggota Kongres AS menggolkan resolusi Baluchistan, bisa jadi preseden bagi langkah serupa terhadap Papua.

2. Seiring dengan keberhasilan gerakan meng-internasionalisasi provinsi yang diproyeksikan akan jadi merdeka, maka REFERENDUM kemudian dijadikan pola dan modus operandi memerdekakan sebuah provinsi dan lepas dari negara induk.

Demikian, semoga menjadi perhatian dan kewaspadaan semua elemen bangsa, dan pemegang otoritas pemerintahan.
Prakarsa Anggota Kongres Dana Rohrabacher, Bukti Nyata Gerakan Sistematis Washington Merdekakan Baluchistan Lepas dari Pakistan
Kalau Amerika Serikat berniat memecah Indonesia jadi 7 bagian, seperti sempat dirilis oleh Rand Corporation pada 1998 lalu, kasus Baluchistan bisa jadi bukti nyata bahwa gerakan separatism memang bagian dari rencana strategis Washinton.

Baru-baru ini, Dana Rohrabacher, anggota Kongres dari Partai Republik asal negara bagian California, telah mengajukan sebuah resolusi yang pada intinya menegaskan bahwa Baluchistan mempunyai hak sejarah untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa. Dengan kata lain, Dana Rohrabacher mendukung berdirinya Baluchistan sebagai negara merdeka.
Seperti kita ketahui bersama, Baluchistan saat ini terbagi menjadi daerah yang masuk dalam kedaulatan Pakista, Iran dan Afghanistan. Mengingat nilai strategis Baluchistan sebagai daerah jalur sutra yang kaya sumberdaya alam seperti minyak, gas dan tambang, bisa dimengerti jika Washington secara sistematis sedang membantu elemen elemen pro kemerdekaan Baluchistan untuk jadi negara tersendiri yang bebas dari orbit pengaruh Iran, Afghanistan dan Pakistan.
Terbukti bahwa prakarsa Dana Rohbacher tersebut kemudian mendapat dukungan dari dua anggota Kongres lainnya seperti Louie Gohmert dari negara bagian Texas, dan Steve King, dari negara bagian Iowa, keduanya juga dari Partai Republik.
Manuver Washington untuk mendorong kemerdekaan Baluchistan nampaknya memang cukup serius mengingat fakta bahwa Dana Rohrabacher saat ini menjabat sebagai Ketua Sub-Komite Kongres bidang luar negeri khusus bidang pengawasan dan investigasi.
Karena itu masalah sepertinya akan semakin krusial karena Rohrabacher menegaskan bahwa salah satu pertimbangan mengapa dirinya memprakarsai resolusi Kongres Amerika agar mendukung kemerdekaan Baluchistan, karena adanya bukti bukti kuat tindak kekerasan dan korban pembunuhan diluar jalur jalur hukum (Extra Judicial Killing).
Pada 1947, Baluchistan memang sempat bermaksud memerdekakan diri, namun kemudian berhasil digagalkan oleh Pemerintah Pakistan. Maka menghadapi gerakan Washington melalui prakarsa Dana Rohrabacher dan kawan-kawan di Kongres ini, Pakistan lah pihak yang paling duluan merasa kebakaran jenggot.
Tentu saja menghadapi manuver Rohrabacher Cs ini, Pakistan mengecam prakarsa ini sebagai bentuk campur tangan  terhadap urusan dalam negeri Pakistan. Betapa tidak. Pakistan beranggapan bahwa Baluchistan merupakan salah satu provinsi yang menjadi bagian dari Pakistan.
Mengingat masalah separatism ini sangat sensitif, nampaknya Gedung Putih, dalam hal ini Departemen Luar Negeri, belum berani secara langsung membuka fron terhadap pemerintah Pakistan.
Terlepas adanya berbagai pandangan yang melihat Baluchistan selama ini memang menjadi obyek eksploitasi para elit politik suku Pastun dan Punjabi di Pakistan, rasa rasanya penilaian Pakistan bahwa Amerika Serikat sedang melakukan campur tangan urusan dalam negeri Pakistan, untuk mendorong gerakan kemerdekaan Baluchistan, memang benar adanya.
Kiranya ini bisa menjadi early warning signal bagi pemerintah Indonesia, bahwa gerakan kaukus Papua di Kongres Amerika untuk mendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) memerdekakan Papua, cepat atau lambat akan diagendakan kembali. Atau setidaknya, mengkondisikan Papua agar bisa diangkat ke forum internasional (Internasionalisasi Papua).

BEBERAPA REFERENSI PUSTAKA TULISAN SAYA SEBELUMNYA TERKAIT ISU PAPUA:
1.    http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=11257&type=99#.Ug3v0axP1kg
2.    http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=9915&type=2#.Ug3wAKxP1kg
3.    http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=7596&type=99#.Ug3waKxP1kg


MESIR SASARAN PENGHANCURAN ZIONIS BERIKUTNYA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixgG2IX4QNsADOHbd4TrG9FOgrVY1ynnnj92Yaw4z-P0wcayuwG0bsBjUBwG-PWtOWO9PeKgqigNpMXff0SJ2M01thHxtDGPQqeVt1X7xTHcG_GakzZW23xR2uUxB6yNBlbAUFbNx9deRZ/s1600/potd-iraq_2546488b.jpg

Kita patut menangis melihat tragedi yang terjadi di Mesir. Kementrian kesehatan Mesir kemarin (15/8) merilis angka korban tewas akibat serangan aparat keamanan atas para demonstran pendukung Mohammad Moersi yang jumlahnya mencapai 525 jiwa. Angka itu masih lebih kecil dari klaim Ikhwanul Muslimin yang mencapai ribuan orang.

Namun ini bukan masalah angka, karena ketika nyawa 1 orang manusia dicabut dengan cara yang tidak hak, sebagaimana perkataan Nabi Muhammad S.A.W, pada hakikatnya sama dengan membunuh semua manusia di muka bumi yang dosanya lebih besar daripada menghancurkan Kabah hingga berkeping-keping.

Ironis bahwa "pembantaian" di Mesir ini masih jauh lebih kecil kekejamannya dari apa yang telah dan tengah terjadi di Syria dan Irak. Di Syria selama terjadinya konflik yang dimulai bulan Maret 2011 telah lebih dari 100.000 nyawa melayang. Dan di Irak sepanjang bulan Juli lalu saja telah lebih dari 1.000 tewas dan sepanjang tahun ini telah lebih dari 4.000 orang tewas. Dan orang tidak menaruh kecurigaan bahwa apa yang terjadi di Mesir kini hanya awal dari bencana yang lebih besar sebagaimana di Irak dan Syria yang telah dirancang lama oleh zionis internasional.

Pada tahun 2004 atau setahun setelah berhasil menumbangkan regim Saddam Hussein, tentara Amerika gagal menguasai Irak sepenuhnya dan bahkan cenderung menjadi korban serangan-serangan pejuang Irak. Untuk mengatasi masalah itu Amerika pun mulai membentuk pasukan-pasukan pembunuh yang tujuan utamanya adalah menciptakan kekacauan dan memicu perang saudara antara kelompok sektarian. Sebagian anggota pasukan ini adalah personil militer Amerika sendiri, lainnya adalah personil militer negara sekutu dan milisi-milisi lokal dan anggota Al Qaida.

Pasukan pembunuh ini bertanggungjawab atas sebagian besar serangan teroris yang terjadi di Irak, yang sebagian besar berbentuk serangan "bunuh diri" terhadap sasaran-sasaran sipil. Salah satu di antara modus mereka adalah membayar seorang sopir lokal untuk membawa truk barang ke tengah pasar atau dekat masjid, dan kemudian meledakkan bom di dalam truk itu bersama sopirnya dengan remot kontrol. Setelah kejadian itu media-media terafiliasi zionis akan memberitakannya sebagai "serangan bunuh diri".

Dalam satu misi di kota Basarah tgl 19 September 2005, 2 anggota pasukan pembunuh asal Inggris yang menyamar sebagai warga lokal tertangkap tangan oleh polisi Irak ketika hendak melakukan serangan teroris terhadap orang-orang Shiah. Ketika ditangkap, di dalam mobilnya ditemukan sejumlah besar bom dan senjata laras panjang. Sebelum penangkapan, pasukan pembunuh asal Inggris (pasukan Inggris bermarkas di Basrah) sudah sering melakukan serangan teroris terhadap orang-orang Shiah di kota itu untuk memicu ketegangan antara umat Shiah dan Sunni.

Khawatir penangkapan itu bakal membongkar ulah kaji Amerika dan Inggris, sehari kemudian, atau tgl 20 September 2005, pasukan Inggris menyerbu penjara tempat penahanan kedua pasukannya. Mereka menggunakan tank untuk membongkar tembok tempat penahanan kedua pasukannya dan menyelamatkan keduanya.

Namun aksi teror yang paling terkenal adalah pemboman Masjid Kubah Emas Al Askari di Samarra tgl 22 Februari 2006. Hancurnya masjid yang dihormati kaum Shiah ini kontan memicu kerusuhan sektarian antara orang-orang Sunni melawan Shiah. Serangan tersebut terjadi saat masjid tersebut berada di bawah pengawasan ketat pasukan Amerika yang berada di kota itu, pejabat Amerika dan namun media-media menyalahkan Al Qaida. Anehnya lagi, Al Qaida pun membenarkan tuduhan itu.

Akibat aksi-aksi terorisme itu hingga saat ini Irak masih saja dilanda kerusuhan sektarian yang menewaskan ribuan warganya yang tidak berdosa.

Keberhasilan misi Ford di Irak membuat pemerintah Amerika mengirimnya ke Syria sebagai duta besar untuk melakukan misi yang sama. Tidak lama setelah kedatangan Ford tahun 2011, Syria pun dilanda aksi-aksi kekerasan berdarah.

Modus yang dilakukan pasukan pembunuh Ford di Syria adalah sbb: menempatkan penembak jitu di 2 sisi yang mengapit tempat terjadinya aksi demonstrasi menentang pemerintah. Pada satu kesempatan penembak jitu yang berada di satu sisi melakukan penembakan kepada para demonstran untuk menimbulkan kesan kekejaman aparat keamanan. Selanjutnya penembak jitu di sisi yang lain menembaki aparat keamanan sehingga menimbulkan kesan seolah para demonstran melakukan kerusuhan.

Akankah Ford akan melakukan hal yang sama di Mesir?

Kita akan melihatnya tidak lama lagi.

Mantan pejabat inteligen Amerika Jendral Wesley Clark telah membongkar bahwa Israel telah "membajak" Amerika melalui serangan WTC 9/11 untuk mewujudkan ambisinya "menghancurkan 7 negara Islam dalam waktu 5 tahun" sebagai realisasi dokumen “Clean Break” document yang dibuat Benjamin Netanyahu. Semuanya itu merupakan implementasi dari "Rencana Oded Yinon" yang dibuat zionis internasional bertahun-tahun yang lalu untuk menghancurkan Timur Tengah demi keamanan Israel.


http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/08/mesir-sasaran-penghancuran-zionis_15.html#.Ug5lXu-2FSc

HIZBOLLAH KEMBALI PECUNDANGI ISRAEL

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJuPBc7jbmm9TvXTQexTlq1CUETtCdh0RSkCSNDgQlSDTQtQGHcr5PwP0ELZlXqNdfdBuQpYsoYsOnA0mfitkO4_USHXzeHSo7UUPv78auS-ZGmuTMtgDrZWmzlSUgfyAczPc2cmJFIm_u/s1600/israel+blast.jpg


Tanpa banyak diberitakan media massa kecuali media-media massa Lebanon, Hizbollah kembali berhasil mempecundangi Israel setelah bom-bom yang dipasang mereka melukai 4 tentara Israel dan menggagalkan upaya penyusupan mereka ke wilayah Lebanon.

Insiden yang terjadi tgl 7 Agustus lalu itu telah mendorong pemerintah Lebanon mengajukan protes ke PBB atas pelanggaran Israel setelah sebelumnya Presiden Suleiman memerintahkan dilakukan penyidikan atas insiden tersebut. Israel sendiri telah mengkonfirmasi insiden tersebut meski membantah pasukannya memasuki wilayah Lebanon. Bukti-bukti yang dikumpulkan tim penyidik Lebanon menemukan bekas-bekas ledakan di wilayah yang berada 400 meter dari garis perbatasan.

Namun meski bom-bomnya berhasil mengagalkan penyusupan Israel dan berita insiden tersebut telah diberitakan luas di Lebanon sejak hari pertama, Hizbollah baru mengakuinya hari Rabu (14/8), membuktikan sikap organisasi ini yang rasionalis, tenang dan juga teguh.

"Kami telah mengetahui rencana penyusupan Israel. Bom-bom dipasang di tempat itu, dan saat mereka datang di malam hari, bom-bom itu diledakkan," kata pimpinan Hizbollah Sayyed Hassan Nasrallah dalam wawancara dengan televisi Lebanon al-Mayadeen, Rabu lalu.

"Kami tidak bisa membiarkan pelanggaran Israel atas kedaulatan Lebanon. Ketika kami mengetahui Israel memasuki wilayah Lebanon, kami akan menghadapi mereka dalam waktu yang tepat," tambah Nasrallah.

Upaya penyusupan itu diduga dilakukan Israel untuk "menguji" kesiap-siagaan Hizbollah terhadap ancaman Israel mengingat Hizobollah tengah sibuk terlibat dalam konflik di Syria. Selain itu Israel juga berharap bahwa krisis politik yang kini melanda Lebanon yang juga menyeret Hizbollah (paska pengunduran diri PM Najib Miqati beberapa bulan lalu, hingga saat ini perdana menteri pengganti Tammam Salam yang didukung Hizbollah belum juga berhasil mebentuk kabinet baru). Namun kemudian terbukti bahwa Hizbollah tidak pernah mengendurkan kewaspadaannya.

"Mereka yang berfikir dengan menciptakan masalah internal dengan kelompok perlawanan akan berhasil mengalihkan perhatian kami untuk melawan Israel, mereka keliru," kata Nasrallah.

Menurut Nasrallah Israel saat ini sangat menkhawatirkan kekuatan Hizbollah lebih dari waktu-waktu yang lalu, terutama setelah Hizbollah berhasil membuktikan kemampuan bertempurnya di medan perang Syria dengan memukul pemberontak dari wilayah al Qusayr. Selama ini Israel dan lawan-lawan politik Hizbollah menuduh kelompok ini hanya bisa menang jika bertempur di negeri sendiri. Namun medan perang al Qusayr membuktikan bahwa pejuang-pejuang Hizbollah juga ahli dalam pertempuran offensif.

KRISIS DOMESTIK DAN PERAN SYRIA

Saat ini Lebanon tengah dilanda krisis politik yang serius, sebagaimana Mesir yang mengalami "jalan buntu pemerintahan". Bedanya, para politisi Lebanon sudah terbiasa hidup dalam kondisi "status quo" hingga tidak ada yang berani melakukan manuver berbahaya. Pada tahun 2008 PM Fuad Siniora mencoba "menyerang" Hizbollah dengan memecat kepala keamanan bandara internasional Beirut yang didukung Hizbollah serta berusaha merampas jaringan telekomunikasi milik Hizbollah, namun Hizbollah melakukan serangan balik dengan menduduki kantong-kantong pertahanan pendukung Siniora dan mengepung kediamanan resmi Siniora.

Pengganti Siniora, Saad Hariri juga "menyerang" Hizbollah dengan menolak tuntutan pembahasan pengadilan internasional atas pembunuhan mantan PM Rafiq Hariri dalam sidang kabinet dan memilih melakukan safari politik ke Amerika dan Eropa. Hizbollah dan sekutu-sekutunya "menyerang balik" dengan menarik menteri-menterinya dari kabinet. Akibatnya, sesuai konstitusi, kabinet bubar dan perdana menteri jatuh.

Tekanan politik yang begitu kuat bahkan tidak mampu ditanggung PM Najib Miqati yang didukung Hizbollah dan kelompok perlawanan hingga harus mengundurkan diri. Tekanan politik paling kuat adalah dalam masalah pembentukan portofilio kabinet yang harus mengakomodasi seluruh kelompok politik. Dalam kasus saat ini, PM terpilih Tammam Salam yang didukung Hizbollah serta Presiden Suleiman cenderung untuk "meninggalkan" Hizbollah demi memenuhi keinginan Amerika dan pendukung-pendukungnya di Lebanon. Namun tentu saja hal ini tidak mudah, karena seperti telah terbukti sebelumnya, Hizbollah bukan kelompok yang mudah dikalahkan.

Dalam kondisi terjepit antara Israel dan musuh-musuh domestik itulah kehadiran Syria sebagai sekutu mampu memberikan kekuatan fisik dan moral yang sangat berharga bagi Hizbollah. Itulah sebabnya Hizbollah juga tidak ingin meninggalkan Syria saat terdesak dengan menerjunkan milisi-milisinya di medan perang Syria.

Dalam wawancara tersebut di atas Nasrallah mengungkapkan peran vital yang dilakukan Syria dalam membantu Hizbollah menghadapi agresi Israel tahun 2006. Selain mengirim senjata-senjata canggihnya untuk membantu Hizbollah, dalam satu titik Presiden Bashar al Assad bahkan mengancam akan menyerang Israel dan telah memobilisasi pasukannya di perbatasan. Inilah salah satu faktor yang membuat Israel gentar dan menghentikan serangannya atas Lebanon.


http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/08/hizbollah-kembali-pecundangi-israel.html#.Ug5lVO-2FSc

Kamis, 15 Agustus 2013

PARTAI Tak Terlibat dalam Proses Kemerdekaan Indonesia

http://theglobal-review.com/images/news/anak%20bangsa%20Indonesia.jpg

Penulis : M Djoko Yuwono, Wartawan Senior


Tidak ada dalam sejarah, partai terlibat dalam proses kemerdekaan Indonesia. Kenapa sekarang partai justru begitu dominan mengatur negara ini? Partai sebagai pengemban amanat rakyat?

Mari berkilas balik ke era prakemerdekaan. Ketika hendak memerdekakan diri, Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Pada era pendudukan Jepang inilah partai-partai dilarang melakukan kegiatan.

Sebelum kedatangan Jepang, ada lembaga Volksraad yang di dalamnya duduk beberapa fraksi seperti Fraksi Nasional, Fraksi Indonesische Nationale Groep, dan Fraksi Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera, tetapi itu semua bukanlah partai.

Partai ada di luar Volksraad, misalnya gabungan partai-partai politik yang kemudian membentuk dewan perwakilan nasional, disebut Komite Rakyat Indonesia (KRI). Di KRI ini ada GAPI (Gabungan Politik Indonesia), ada MIAI (Majelisul Islami A'laa Indonesia), ada MRI (Majelis Rakyat Indonesia).

Begitu Jepang datang, semua kegiatan partai politik dilarang. Hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai: Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Itu pun lebih banyak bergerak di bidang sosial.

Baru beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan, partai menunjukkan aktivitasnya, sampai pada pelaksanaan pemilu multi partai tahun 1955 (berdasarkan UUD Sementara). Pemilu ini memunculkan 4 partai besar: Masyumi, PNI, NU dan PKI. Tapi, sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Kabinet pun jatuh bangun, gagal melaksanakan program kerjanya. Usai Pemilu 1955, lembaga konstituante gagal menjalankan tugasnya membuat konstitusi (UUD), shg Presiden Sukarno terpaksa mengeluarkan dekrit (5 Juli 1959) kembali ke UUD 1945.

Sejak itu, partai terus mengharu biru politik Indonesia, katanya sebagai representasi kehendak rakyat. Partai menjadi instrumen politik dengan segala dinamikanya, seolah merekalah yang paling berhak mengatur negara ini. Nyatanya?

sumber:http://theglobal-review.com

Tentara Suriah Kontrol Kota Strategis di Damaskus

http://islamtimes.org/images/docs/000292/n00292782-b.jpg

Islam Times- Lingkungan al-Tazamen terletak dekat kamp pengungsi Palestina, al-Yarmouk, namun media dukungan barat yang meliput berita terkait penyerbuan ini secara subyektif menunjukkan bahwa kelompok takfiri Front al-Nusra mengontrol seluruh wilayah tersebut.

Tentara Suriah menguasai sebuah distrik strategis di pinggiran ibukota Damaskus menyusul bentrokan berat dengan kelompok-kelompok takfiri didikan Arab Saudi, Qatar, Turki, AS dan Israel.

Menurut al-Alam, unit tentara Suriah menyerang kubu takfiri di lingkungan strategis al-Tazamen, menewaskan puluhan dari mereka dan memaksanya keluar dari kota.

Lingkungan al-Tazamen terletak dekat kamp pengungsi Palestina, al-Yarmouk, namun media dukungan barat yang meliput berita terkait penyerbuan ini secara subyektif menunjukkan bahwa kelompok takfiri Front al-Nusra mengontrol seluruh wilayah tersebut.

Koresponden al-Alam pada Kamis, 15/08/13, menyaksikan sendiri pembebasan keseluruhan benteng utama yang sebelumnya dikuasai oleh Front al-Nusra.

"Situasi keamanan sudah dikendalikan, dan kehidupan normal sedang berlangsung di kota di bawah kendali pasukan keamanan Suriah di daerah itu," kata seorang saksi mata kepada al-Alam.

Menurut laporan media setempaya, hanya sepuluh persen dari daerah itu yang tetap di bawah kontrol kelompok takfiri dan belum di serbu oleh tentara.

Kota ini berubah menjadi lapangan dan medan pertempuran jalanan setelah sebuah satuan memporakporandakan yang mencoba masuk ke area strategis dan akan menyusup ke dalam kota Damaskus.

Takfiri juga merusak bangunan dan toko-toko dan menodai masjid-masjid di kota itu.

Dengan mengontrol daerah ini, tentara akan mempertahankan sabuk keamanan yang mencegah talfiri bersenjata memasuki ibukota. [IT/Onh/Ass]

Data Kementerian Kesehatan Mesir, 525 Orang Tewas

http://islamtimes.org/images/docs/000292/n00292815-b.jpg

Islam Times- Namun, sejauh ini Ikhwanul Muslimin mengklaim, jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dan mengatakan lebih dari 2.000 orang tewas dalam tindak kekerasan polisi terhadap pendukung Morsi.

Kementerian Kesehatan Mesir dalam laporan terbaru meningkatkan jumlah korban tewas akibat tindakan mematikan pada para pendukung Presiden terguling Mohamed Morsi menjadi 525 orang.

Departemen Kesehatan juga pada hari Kamis, 15/08/13, mengatakan, hampir 3.600 orang terluka dalam bentrokan itu.

Namun, sejauh ini Ikhwanul Muslimin mengklaim, jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dan mengatakan lebih dari 2.000 orang tewas dalam tindak kekerasan polisi terhadap pendukung Morsi.

Kementerian Dalam Negeri itu juga mengatakan 43 korban tewas adalah polisi keamanan.

Hingga saat ini pemerintah Mesir mengatakan pasukan pemerintah sementara akan berdiri teguh melawan protes.[IT/Onh/Ass]

AS dan Israel Berusaha Ciptakan Perang Saudara di Mesir

http://islamtimes.org/images/docs/000292/n00292844-b.jpg

Islam Times - "Situasi saat ini di Mesir menguntungkan AS dan Rezim Zionis Israel. Mesir harus menolak intervensi negara lain," kata Ketua Majlis Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Iran Alaeddin Boroujerdi, Kamis (15/08/13).

Seorang anggota senior Parlemen Iran mengutuk pembunuhan demonstran Mesir oleh pasukan keamanan negara itu dan bersikeras bahwa situasi yang dihadapi Mesir hanya akan menguntungkan AS dan Israel.

"Situasi saat ini di Mesir menguntungkan AS dan Rezim Zionis Israel. Mesir harus menolak intervensi negara lain," kata Ketua Majlis Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Iran Alaeddin Boroujerdi, Kamis (15/08/13).

"Sangat disayangkan, sebuah negara Islam yang penting seperti Mesir terjerumus dalam situasi seperti ini, setelah sebelumnya mengalami gerakan revolusioner dan perubahan rezim," tambahnya.

Anggota Parlemen Iran menyatakan keprihatinannya tentang perang saudara yang mungkin terjadi antara pemerintah sementara dan Ikhwanul Muslimin di Mesir karena akan memicu kekacauan yang tak bisa ditoleransi dunia.

Dia menegaskan bahwa krisis Mesir adalah hasil intervensi AS dan rezim Israel.

Boroujerdi mendesak tokoh intelektual Mesir, pemikir dan sarjana untuk menggunakan kemampuan mereka mengelola negara dan membantu mengatasi krisis saat ini. [IT/TGM]

Bentrokan Etnis di Cina, 2 Muslim Dihukum Mati

http://islamtimes.org/images/docs/000292/n00292699-b.jpg


Islam Times - Kedua muslim itu bernama Musa Hesen dan Rehman Hupur.

Cina menghukum mati dua Muslim karena terlibat dalam bentrokan etnis mematikan di wilayah barat laut negara yang bermasalah, Xinjiang.

Kedua muslim itu bernama Musa Hesen dan Rehman Hupur. Hesen dituduh berperan utama dalam kekerasan mematikan awal tahun ini dan terlibat dalam pembunuhan, pembentukan dan memimpin sebuah organisasi teroris serta membuat bahan peledak.

Xinjiang yang penduduknya berbahasa Turki merupakan tempat tinggal sejumlah besar Muslim Uighur. Mereka mengeluhkan marginalisasi dan diskriminasi yang mereka alami,

Daerah otonom mengaami banyak insiden kekerasan dalam beberapa tahun terakhir ini. Bentrokan etnis antara Uighur dan komunitas Tionghoa Han pada tahun 2009 di Urumqi telah menewaskan 200 orang.[IT/r]

Pejabat Iran: Krisis Mesir Plot Barat untuk Hambat Kebangkitan Islam

Islam Times - "Apa yang terjadi di Mesir dan pembantaian Muslim adalah tanda-tanda serangkaian langkah terkoordinasi Amerika dan negara-negara Barat lainnya terhadap gelombang kebangkitan Islam di wilayah itu," Davoud Mohammadi mengatakan pada hari Kamis (15/08/13).


Seorang anggota Parlemen Iran mengatakan, krisis dan gelombang kekerasan di Mesir merupakan plot Barat yang bertujuan menghambat gelombang kebangkitan Islam di dunia Arab.

"Apa yang terjadi di Mesir dan pembantaian Muslim adalah tanda-tanda serangkaian langkah terkoordinasi Amerika dan negara-negara Barat lainnya terhadap gelombang kebangkitan Islam di wilayah itu," Davoud Mohammadi mengatakan pada hari Kamis (15/08/13).

"Sayangnya, campur tangan kekuatan asing dalam urusan internal Mesir telah mendorong negara itu ke jurang perang saudara," tambah Mohammadi sambil mencatat bahwa krisis itu telah menyita nyawa ribuan orang tak berdosa.

Legislator Iran itu juga menyoroti keterlibatan Barat, AS khususnya, dalam kekacauan di negara itu dan mengatakan bahwa Gedung Putih berusaha mencari jalan untuk intervensi lebih lanjut di Mesir.

Mohammadi menyeru rakyat Mesir untuk melawan plot Barat yang telah memecah belah warga Mesir dan mendesak tokoh politik serta tokoh agama Mesir untuk membantu negara bergerak menuju rekonsiliasi nasional. [IT/TGM]

MESIR SASARAN PENGHANCURAN ZIONIS BERIKUTNYA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNZG5oshiW9wiO5GoDuTkUJ7PhwMLethvdnwotx2FcUab6_SVL07lOgH_v-O0hv7mwUzKyTbl1lIpq8tq4OyUSRW6wlD-aLPJHWPcWan-KkS91P6o3htl4cCn52YlJdPVjgLMf4h3Q6ysF/s1600/Wounded-man-being-carried-016.jpg


Akhirnya terjadi apa yang dikhawatirkan bakal terjadi. Pasukan keamanan Mesir menyerbu kamp-kamp pendukung Ikhwanul Muslimin di Kairo kemarin (14/8). Jumlah korban akibat aksi tersebut masih simpang siur namun Ikhwanul Muslimin mengklaim pendukungnya yang tewas mencapai 2.200 orang. Kemungkinan Ikhwanul Muslimin melebih-lebihkan angka tersebut, namun angka "ratusan" cukup rasional.

Sebagai seorang pengamat internasional "amatiran" yang menaruh perhatian pada masalah kemanusiaan, saya (blooger) tentu sangat menyesalkan hal ini. Mengapa Mesir, salah satu bangsa besar yang menjadi sumber kebudayaan dunia harus terjerumus dalam kondisi seperti itu. Saya tidak ingin menyalahkan salah satu di antara pihak Ikhwanul Muslimin ataupun regim militer yang kini berkuasa di Mesir, namun pada "kebodohan" orang-orang yang tidak menyadari bahwa zionis internasional kini tengah menjadikan Mesir sebagai sasaran penghancuran berikutnya setelah Afghanistan, Irak, Libya dan Syria.

Militer tentu bertanggungjawab atas aksi pembantaian tersebut, namun Ikhwanul Muslimin juga bertanggungjawab sebagai pihak yang mengkondisikan pembantaian tersebut dengan sikap kerasnya yang tidak mau bersikap realistis. (Sehari sebelumnya Ikhwanul Muslimin menolak tawaran Al Azhar, lembaga paling dihormati di Mesir, untuk menjadi penengah perselisihan politik di Mesir).

Dan bukan satu kebetulan jika aksi kekerasan yang dilakukan militer Mesir terjadi hanya beberapa hari setelah Amerika menetapkan Robert Ford sebagai dubesnya yang baru di Mesir. Ford adalah simbol kekerasan, dan penunjukannya dianggap sebagai "lampu hijau" Amerika bagi militer Mesir untuk bertindak keras. Lebih dari itu, penunjukan Ford juga mengindikasikan bahwa zionis internasional bermaksud menghancurkan Mesir dengan cara yang sama sebagaimana Irak, Libya dan Syria.

Menurut Michel Chossudovsky dari lembaga kajian Global Studies, Robert Ford adalah orang yang sama dengan John Negroponte yang telah menerapkan strategi “Salvador Option” di Irak pada tahun 2004. Chossudovsky menulis tentang "Salvador Option" itu sebagai:

"Model terorisme pembunuhan massal oleh pasukan pembunuh bentukan Amerika. Model ini pertama kali diterapkan di El Salvador oleh Negroponte saat terjadi perlawanan terhadap regim militer, yang mengakibatkan terjadinya sekitar 75.000 kematian.”

Kondisi Mesir saat ini mirip dengan El Salvador tahun 1980-an saat rakyat sipil melakukan perlawanan terhadap militer. Dan militer Mesir pun, sebagaimana El Salvador, telah berpengalaman dalam melakukan pembantaian massal terhadap para aktifis anti-militer.

Di masa lalu Amerika telah banyak membantu para diktator militer sekutu mereka melakukan aksi-aksi pembantaian massal. Di Indonesia misalnya, dinas inteligen CIA berperan besar dalam pembantaian orang-orang komunis tahun 1960-an, dengan mensuplai data para aktifis komunis kepada militer, dan dengan melatih pasukan pembunuh yang melakukan berbagai teknik penyiksaan sebelum membunuh. (Terlepas dari sikap politik blogger yang menyetujui penumpasan komunisme di Indonesia, karena regim komunis yang tidak lain adalah zionis, akan melakukan hal yang lebih buruk bagi rakyat Indonesia).

Saat ini Amerika lebih tertarik melakukan penghancuran Mesir daripada negara-negara lainnya. Mesir adalah negara Arab terbesar yang secara militer masih bisa menjadi ancaman Israel, setelah Irak dan Syria hancur. Namun, berdasarkan pengalaman di Irak dan pengangkatan Ford sebagai dubes Amerika di Mesir, Amerika tidak akan mendukung regim militer untuk menumpas Ikhwanul Muslimin, melainkan akan menciptakan kekacauan yang akan berujung pada perang sektarian dan perang sipil.

Adalah menarik bahwa menjelang penumpasan pendukung Ikhwanul Muslimin di Kairo kemarin, isu tentang wapres regim militer Mohammad Elbaradai sebagai penganut Shiah muncul ke publik. Diperkirakan sentimen anti-Shiah, sebagaimana sentimen anti-Kristen Koptik akan menjadi bahan bakar konflik mendatang, sebagaimana konflik antara kelompok Islamis melawan kelompok nasionalis-sekuler-liberal dan konflik Ikhwanul Muslimin melawan militer.

Robert Ford telah berpengalaman menerapkan “Salvador Option” di Irak dan Syria tahun. Penugasannya di Mesir saat ini tidak lain untuk menerapkan “Salvador Option” berikutnya di Mesir.


http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/08/mesir-sasaran-penghancuran-zionis.html#.Ug0Z-e-2FSc