Menu

Rabu, 15 Mei 2013

Lagi, Pemerintah Manjakan Gergasi Asing

"Saya mendesak agar kebijakan gandum tersebut harus dikendalikan atau dibatasi pemerintah. Lebih baik impor beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat Indonesia daripada impor gandum yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha,”


Serasa aneh jika Indonesia sebagai negara agraris dan sebagian besar masyarakatnya menjadikan beras sebagai bahan pokok, akan tetapi masuknya impor gandum dari luar semakin besar. Ada kesan kuat memaksa masyarakat makan roti dari pada nasi.

Oleh karena itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, Mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor gandum yang volume impornya terus meningkat setiap tahun. Selain menguras devisa negara, kebergantungan pada pangan impor itu akan membahayakan kedaulatan pangan Indonesia.

"Saya mendesak agar kebijakan gandum tersebut harus dikendalikan atau dibatasi pemerintah. Lebih baik impor beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat Indonesia daripada impor gandum yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha,” katanya di Jakarta, Selasa (14/5).

Menurut Henry, pemerintah harus belajar dari kasus kedelai impor. Awalnya harga kedelai murah, hanya 1.800 rupiah per kilogram. Akan tetapi, ketika produksi kedelai dalam negeri anjlok, otomatis harga kedelai mahal. Demikian juga gandum. Kalau sampai menjadi komoditas pangan pokok masyarakat Indonesia, harga gandum akan mahal. Jadi, pemerintah semestinya berpikir untuk kepentingan bangsa bersifat jangka panjang.

Hal senada disampaikan anggota Pokjasus Dewan Ketahanan Pangan, Gunawan. Menurutnya gandum sekarang ini menjadi komoditas pangan paling krusial karena kebergantungan masyarakat semakin besar, namun tidak bisa ditanam atau diproduksi di dalam negeri.

Semula, impor gandum hanya puluhan ribu ton pada akhir 1980-an, kini impornya hingga 6 juta ton setahun. Hal itu terjadi karena penyediaan pangan nasional tidak mempertimbangkan produksi nasional. Pangan hanya menjadi komoditas yang menguntungkan importir, sedangkan kepentingan bangsa ke depan diabaikan.

"Gandum contoh jelas bagaimana pangan di negeri ini diperlakukan hanya untuk memupuk keuntungan bagi importir dan penguasa. Hajat hidup orang banyak sesuai UUD 1945 tidak menjadi pedoman dalam pengambilan strategi pangan negara,” kata Gunawan yang juga Ketua Eksekutif Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS).

Gunawan menilai negara harus segera mengurangi impor gandum untuk mengantisipasi krisis gandum dunia yang sewaktu-waktu bisa pecah karena kegagalan panen di Eropa-Amerika maupun kebutuhan energi dunia. (IT/sa)

sumber:islamtimes.org

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
http://tusoh.blogspot.com/

0 komentar: