Siapa
sangka lewat sebuah ide sederhana dan modal yang minim, Antonius Wisnu
(17) mampu mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Wisnu
menjadi The Best Invention (penemu terbaik) di ajang International
Exhibition for Young Inventor di Kuala Lumpur, Malaysia, 9-11 Mei 2013
lalu. Siswa kelas XII SMA Taruna Nusantara Magelang itu juga sekaligus
meraih medali emas dalam kejuaraan yang sama untuk kategori Food and
Agriculture Invention.
Ya, sejatinya Wisnu "hanya" membuat sebuah alat pendeteksi telur busuk untuk kebutuhan rumah tangga. Media utama yang digunakan pun sederhana, hanya lampu senter dan sensor. Namun, alat ini memudahkan orang, khususnya ibu rumah tangga, untuk membedakan mana telur segar dan yang busuk.
"Idenya dari ibu saya yang hobi bikin kue. Suatu hari, ibu sedang mencampur telur di adonan kue. Tapi, ternyata ada beberapa telur busuk yang tercampur di adonan kue. Ini membuat ibu kesal," cerita pemuda asal Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, ini.
Saat itu, Wisnu yang baru duduk di kelas IX SMP langsung berpikir untuk membuat alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi telur busuk. Teknologi yang dipikirkan adalah mudah, murah, dan tepat guna.
Biasanya, kata Wisnu, ada cara lain untuk mendeteksi telur busuk dengan merendamnya di air, memakai gas H2S, atau dengan diterawang. "Tapi, saya memilih ide dengan diterawang dengan konsep cahaya. Saya kira senter merupakan alat penghasil cahaya yang praktis dan mudah didapat. Saya kemudian berpikir untuk menyusun rangkaian sensornya dan membuat mekaniknya," terangnya.
Wisnu memanfaatkan lampu light-emitting diode (LED) berwarna hijau dan merah serta sirine (buzzer) untuk menunjukkan kondisi telur. Jika telur yang dites dalam kondisi segar, indikator yang menyala adalah lampu LED hijau, sedangkan jika lampu LED merah yang menyala, mengindikasikan telur tersebut sudah busuk.
Sinyal ini diperkuat dengan adanya suara buffer sehingga pemakai akan mudah mengetahui telur busuk. "Semua bahan yang saya pakai dari bahan yang ada di rumah, seperti lampu senter, chasing plastik, dan lengan besi. Prosesnya tidak lama sekitar sebulan. Kalau ditotal, saya hanya habis Rp 55.000 untuk membuat alat ini," paparnya sambil tersenyum.
Putra pasangan guru matematika Sarno-Theresia Wuriasih ini mengaku bahan-bahan tersebut dia dapat dari ayahnya sendiri yang juga gemar mengutak-atik alat elektronik. Ayahnya sering menjadi pembimbing lomba karya ilmiah remaja SMP di Sulawesi Selatan.
Hasil karya Wisnu ini tidak saja menarik perhatian para juri ketika itu, tetapi juga bagi para penggiat industri. Bahkan, sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk membeli hak cipta tersebut.
Namun, Wisnu belum tertarik untuk mematenkan hasil inovasinya. Ia mengaku lebih memilih mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi.
Pelajar kelahiran Soroako, Sulawesi Selatan, 18 Juni 1995, ini ingin mengambil jurusan Elektronika atau Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB). "Nanti kalau saya sudah ada waktu luang mungkin baru saya kembangkan lagi," kata Wisnu yang bercita-cita ingin menjadi network security ini.
Sebelum memenangi kejuaran tersebut, Wisnu juga pernah mengikutsertakan karyanya itu di lomba yang diselenggarakan di Institut Teknologi Surabaya (ITS) pada tahun 2009, tetapi saat itu hanya sebagai finalis. "Saat itu, saya tidak putus asa. Saya tetap menyimpan karya saya. Saya yakin suatu saat alat ini bisa dilombakan," tegasnya.
Hingga tiga tahun kemudian, ketika Wisnu bersekolah di SMA Taruna Nusantara, ia berkesempatan untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bulan September 2012.
Ia didaulat menjadi Juara II National Young Inventor Award dengan alat pendeteksi telur busuknya tersebut. Setelah itu, ia juga berhak mewakili Indonesia dengan lima pelajar lain, yang berasal dari Yogyakarta dan Bogor. "Mudah-mudahan hasil karya saya bisa mendorong para pelajar Indonesia lainnya untuk terus belajar, berkarya, dan tidak putus asa," harapnya.
Ya, sejatinya Wisnu "hanya" membuat sebuah alat pendeteksi telur busuk untuk kebutuhan rumah tangga. Media utama yang digunakan pun sederhana, hanya lampu senter dan sensor. Namun, alat ini memudahkan orang, khususnya ibu rumah tangga, untuk membedakan mana telur segar dan yang busuk.
"Idenya dari ibu saya yang hobi bikin kue. Suatu hari, ibu sedang mencampur telur di adonan kue. Tapi, ternyata ada beberapa telur busuk yang tercampur di adonan kue. Ini membuat ibu kesal," cerita pemuda asal Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, ini.
Saat itu, Wisnu yang baru duduk di kelas IX SMP langsung berpikir untuk membuat alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi telur busuk. Teknologi yang dipikirkan adalah mudah, murah, dan tepat guna.
Biasanya, kata Wisnu, ada cara lain untuk mendeteksi telur busuk dengan merendamnya di air, memakai gas H2S, atau dengan diterawang. "Tapi, saya memilih ide dengan diterawang dengan konsep cahaya. Saya kira senter merupakan alat penghasil cahaya yang praktis dan mudah didapat. Saya kemudian berpikir untuk menyusun rangkaian sensornya dan membuat mekaniknya," terangnya.
Wisnu memanfaatkan lampu light-emitting diode (LED) berwarna hijau dan merah serta sirine (buzzer) untuk menunjukkan kondisi telur. Jika telur yang dites dalam kondisi segar, indikator yang menyala adalah lampu LED hijau, sedangkan jika lampu LED merah yang menyala, mengindikasikan telur tersebut sudah busuk.
Sinyal ini diperkuat dengan adanya suara buffer sehingga pemakai akan mudah mengetahui telur busuk. "Semua bahan yang saya pakai dari bahan yang ada di rumah, seperti lampu senter, chasing plastik, dan lengan besi. Prosesnya tidak lama sekitar sebulan. Kalau ditotal, saya hanya habis Rp 55.000 untuk membuat alat ini," paparnya sambil tersenyum.
Putra pasangan guru matematika Sarno-Theresia Wuriasih ini mengaku bahan-bahan tersebut dia dapat dari ayahnya sendiri yang juga gemar mengutak-atik alat elektronik. Ayahnya sering menjadi pembimbing lomba karya ilmiah remaja SMP di Sulawesi Selatan.
Hasil karya Wisnu ini tidak saja menarik perhatian para juri ketika itu, tetapi juga bagi para penggiat industri. Bahkan, sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk membeli hak cipta tersebut.
Namun, Wisnu belum tertarik untuk mematenkan hasil inovasinya. Ia mengaku lebih memilih mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi.
Pelajar kelahiran Soroako, Sulawesi Selatan, 18 Juni 1995, ini ingin mengambil jurusan Elektronika atau Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB). "Nanti kalau saya sudah ada waktu luang mungkin baru saya kembangkan lagi," kata Wisnu yang bercita-cita ingin menjadi network security ini.
Sebelum memenangi kejuaran tersebut, Wisnu juga pernah mengikutsertakan karyanya itu di lomba yang diselenggarakan di Institut Teknologi Surabaya (ITS) pada tahun 2009, tetapi saat itu hanya sebagai finalis. "Saat itu, saya tidak putus asa. Saya tetap menyimpan karya saya. Saya yakin suatu saat alat ini bisa dilombakan," tegasnya.
Hingga tiga tahun kemudian, ketika Wisnu bersekolah di SMA Taruna Nusantara, ia berkesempatan untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bulan September 2012.
Ia didaulat menjadi Juara II National Young Inventor Award dengan alat pendeteksi telur busuknya tersebut. Setelah itu, ia juga berhak mewakili Indonesia dengan lima pelajar lain, yang berasal dari Yogyakarta dan Bogor. "Mudah-mudahan hasil karya saya bisa mendorong para pelajar Indonesia lainnya untuk terus belajar, berkarya, dan tidak putus asa," harapnya.