"Bagaimana
mungkin pintu-pintu surga terbuka di Damaskus, kami tetangga Suriah. Di
Palestina, Gaza dan Baitul Maqdis kami dijajah dan tidak ada seorangpun
yang pernah mengeluarkan fatwa jihad di wilayah ini baik secara lisan
maupun praktek.... Kelompok-kelompok yang menggunakan nama agama di
Suriah sebenarnya sangat jauh dari agama. Pasalnya, setiap orang yang
mengibarkan bendera Islam untuk menumpahkan darah sesama Muslim dan atau
menjarah harta mereka. Siapapun, dia adalah pengkhianat dan pembohong."
(Syeikh
Salahuddin bin Ibrahim Abu Arafa, Imam Masjid Al Aqsa Palestina
menyikapi fatwa Syekh Yusuf Qordowi tentang jihad di Syria melawan
pemerintah)
***
Bagi mereka yang memiliki akal, apa
yang dilakukan oleh Syekh Yusuf Qardawi tentu akan dianggap sebagai
"sangat menyedihkan". Pada tahun 2006 ia mengeluarkan fatwa mendukung
Hizbollah dan para pemimpinnya dalam perjuangan mereka melawan
penjajahan Israel. Ia juga menyanjung Presiden Syria Bashar al Assad.
Dan lebih utama lagi ia juga terlibat aktif memperjuangkan persatuan
Sunni-Shiah termasuk menandatangani "Deklarasi Amman" yang
ditandatangani para ulama Islam Sunni dan Shiah dari seluruh dunia
(termasuk Indonesia) yang isinya penuh dengan semangat persatuan dan
perdamaian antar umat Islam.
Namun kini ia "berbalik arah":
mengutuki Hizbollah, Bashar al Assad dan Iran serta menyesali upaya
perdamaian antar umat Sunni-Shiah yang pernah dilakukannya. Hal ini
sangat disayangkan karena berpotensi menghancurkan prospek persatuan
umat Islam yang telah diperjuangkan oleh para ulama dan tokoh politik
Islam selama bertahun-tahun. Dan apa yang dilakukan tersebut mendorong
umat Islam kembali ke "masa-masa jahiliah" dimana kebencian antar-mazhab
mengalahkan akal sehat dan hati nurani, menjadikan musuh-musuh Islam
leluasa menjadikan umat Islam sebagai "sapi perah".
Anehnya, hal yang "sangat menyedihkan" tersebut justru disambut dengan penuh semangat oleh kolom Resonansi Harian Republika
yang ditulis oleh Ikhwanul Kiram Mashuri dengan judul "Ketika Syekh
Qardhawi Akui Kesalahan Fatwanya" tertanggal 10 Juni 2013. Lihatlah
semangat yang dibawa oleh tulisan tersebut sbb:
"Syekh Qardhawi
tidak salah ketika melemparkan keinginannya untuk mendekatkan
mazhab-mazhab dalam Islam. Ia juga tidak salah ketika menyerukan
perlunya saling bahu-membahu antar-pemimpin Muslim. Ide Syekh Qardhawi,
lanjut Al-Rasyid, adalah sangat baik dan terpuji. Yang salah adalah ia
(Qardhawi) kurang memahami strategi politik yang dimainkan oleh para
pemimpin negara-negara di Timur Tengah, terutama para pemimpin Iran".
Secara
sepintas alinea tersebut di atas memberikan "nuansa kesejukan" bagi
upaya persatuan Islam khususnya yang pernah dilakukan Qardhawi. Namun
bagian terakhirnya seperti "mengejek" upaya tersebut sebagai sebuah
kesia-siaan karena "kesalahan Iran".
Sangat disayangkan, baik Qardawi maupun tulisan di Republika
di atas tidak memberikan penjelasan tentang apa kesalahan yang telah
dilakukan Hizbollah, Iran dan Syria kecuali retorika-retorika tanpa
fakta yang jelas.
“Saya pernah membela-selama bertahun-tahun-Hasan
Nasrullah yang menamai partainya Partai Allah (Hizbullah), padahal
partai itu adalah partai tirani (thoghut) dan partai setan. Mereka
membela Bashar Assad,” kata Qardhawi sebagaimana ditulis dalam artikel
Resonansi "Republika".
Apakah hanya karena membela Assad lantas Hizbollah dan Iran berhak untuk
disebut sebagai pengikut setan? Bukankah banyak juga ulama Sunni,
seperti Sheikh al-Bouthi dari Syria, atau Sheikh Hammoud dari Sidon
Lebanon, atau Sheikh Salahuddin bin Ibrahim Abu Arafa sang Imam Masjid
Al Aqsa Palestina, yang juga membela Assad?
Bahkan tentang
dosa-dosa yang dilakukan Assad sendiri, baik Qardhawi maupun
musuh-musuh Assad lainnya tidak pernah menyajikan data
kejahatan-kejahatan Assad. "Pokoknya Assad adalah jahat. Ia membantai
rakyatnya sendiri!" demikian kata para pembenci Basar al Assad tanpa
pernah bisa menyajikan data kapan pembantaian-pembantaian tersebut
dilakukan, dimana tempat kejadiannya dan berapa jumlah korbannya. Dan
ketika mereka menyajikan fakta, ternyata hanya propaganda murahan hasil
rekayasa media-media dan inteligen barat.
Tentu saja Bashar al
Assad memiliki banyak kekurangan. Tapi bukankah hal yang saja juga
dimiliki para penguasa Arab dan Islam lainnya. Bagaimana dengan penguasa
Qatar, negeri dimana Qardhawi tinggal, yang tidak lebih daripada
"binatang piaraan" Amerika? Sebagaimana kita ketahui dan telah ditulis
di blog ini bahwa Amerika baru saja memerintahkan Emir dan perdana
menteri Qatar untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dan dipatuhi
tanpa protes. Belum lagi jika kita pertimbangkan juga dosa-dosa mereka
mengikuti Amerika mengobarkan kerusakan di Irak, Libya dan berbagai
negara muslim lainnya yang sampai saat ini belum pulih. Atau sikap para
pemimpin Arab yang diam membisu melihat penjajahan Israel atas rakyat
Palestina, saudara mereka yang malang yang selama 60 tahun hidup
tertindas.
Perubahan sikap Qardhawi yang begitu kontras terhadap
Hizbollah, Iran dan Syria telah menunjukkan ketidak-stabilan akal dan
emosi Qardhawi. Apalagi jika kita amati pernyataan-pernyataannya yang
sangat emosional dan jauh dari sikap bijaksana seorang ulama besar. Ia
telah menjatuhkan dirinya sedemikian rupa sehingga kini tidak lagi
berbeda dengan para ulama wahabi-salafi yang mulutnya tidak bisa
berhenti dari sumpah serapah.
Jauh dari sifat itu adalah sikap
pemimpin Hizbollah Hasan Nasrallah atau ulama-ulama Iran. Meski begitu
sering dicaci dan dimaki, mereka tidak pernah membalas cacian dan makian
tersebut. Jika mengecam, mereka tetap menggunakan bahasa yang santun
tanpa "menunjuk hidung" yang dikecam. Bahkan kepada para pemberontak
Syria yang begitu mereka benci, mereka menyebutnya dengan istilah
"takfiri" alias orang-orang yang suka mengkafirkan orang lain. Kepada
Amerika dan sekutu-sekutunya mereka menyebut sebagai "kekuatan arogan".
Hanya Khomeini yang pernah menyebut Amerika sebagai "setan besar". Tentu
saja kepada sesama muslim, walau sangat dibencinya, Khomeini tidak akan
pernah menyebutnya sebagai "kafir" atau "pengikut setan".
Jika
kita mau bersikir jernih dengan melihat sejarah dalam perspektif yang
berimbang, apa yang dilakukan Iran dan Hizbollah hanya ada 2 hal:
Pertama mengangkat harkat martabat umat Shiah yang selama beratus-ratus
tahun hidup dalam penjajahan, tidak saja oleh pemerintahan-pemerintahan
musrik seperti Inggris dan regim Shah Pahlevi serta Saddam Hussein,
namun juga oleh penguasa-penguasa Sunni. Dan yang kedua adalah membela
hak-hak rakyat Palestina.
Demi Allah, Hizbollah, Iran dan Bashar
al Assad lebih mulia dari para pembenci mereka, yang telah mengkhianati
rakyat Palestina dan kehormatan bangsa Arab dan umat muslim sedunia
dengan berdiam diri terhadap sepak terjang Amerika dan Israel. Sedang
mereka, Hizbollah, Iran dan Bashar al Assad adalah orang-orang yang
dengan gagah berani melawan Amerika dan Israel.
Tanyakan kepada
sebagian besar rakyat Palestina dan Lebanon, siapa yang paling besar
jasanya bagi mereka? Jawabannya adalah Iran dan Hizbollah. Bahkan para
pemimpin Hamas, sekalipun mereka kini berpaling dari Iran karena tergiur
oleh kekuasaan Muhammad Moersi di Mesir, tidak akan bisa membantah
jasa-jasa Iran dan Bashar al Assad kepada mereka.
Minggu, 16 Juni 2013
SYEKH QARDHAWI, APA MAUMU?
0 Komentar di Blogger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)