Menu

Minggu, 16 Juni 2013

SYEKH QARDHAWI, APA MAUMU?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJFfJzp78Y63y0Vqhi1mJlXNnXO3FwErk1uHZIjH-PemD7GLSJxQhNrKfXP8iSNC3Lh06tiwn1Q_2E8n1-47dOjs-8TZw7rBjEPYoQLkfKJS-FxaeKkIBJcsJIswhvNuwXJ2i8IUVF1KYH/s1600/qardhawi.jpg


"Bagaimana mungkin pintu-pintu surga terbuka di Damaskus, kami tetangga Suriah. Di Palestina, Gaza dan Baitul Maqdis kami dijajah dan tidak ada seorangpun yang pernah mengeluarkan fatwa jihad di wilayah ini baik secara lisan maupun praktek.... Kelompok-kelompok yang menggunakan nama agama di Suriah sebenarnya sangat jauh dari agama. Pasalnya, setiap orang yang mengibarkan bendera Islam untuk menumpahkan darah sesama Muslim dan atau menjarah harta mereka. Siapapun, dia adalah pengkhianat dan pembohong."

(Syeikh Salahuddin bin Ibrahim Abu Arafa, Imam Masjid Al Aqsa Palestina menyikapi fatwa Syekh Yusuf Qordowi tentang jihad di Syria melawan pemerintah)

***

Bagi mereka yang memiliki akal, apa yang dilakukan oleh Syekh Yusuf Qardawi tentu akan dianggap sebagai "sangat menyedihkan". Pada tahun 2006 ia mengeluarkan fatwa mendukung Hizbollah dan para pemimpinnya dalam perjuangan mereka melawan penjajahan Israel. Ia juga menyanjung Presiden Syria Bashar al Assad. Dan lebih utama lagi ia juga terlibat aktif memperjuangkan persatuan Sunni-Shiah termasuk menandatangani "Deklarasi Amman" yang ditandatangani para ulama Islam Sunni dan Shiah dari seluruh dunia (termasuk Indonesia) yang isinya penuh dengan semangat persatuan dan perdamaian antar umat Islam.

Namun kini ia "berbalik arah": mengutuki Hizbollah, Bashar al Assad dan Iran serta menyesali upaya perdamaian antar umat Sunni-Shiah yang pernah dilakukannya. Hal ini sangat disayangkan karena berpotensi menghancurkan prospek persatuan umat Islam yang telah diperjuangkan oleh para ulama dan tokoh politik Islam selama bertahun-tahun. Dan apa yang dilakukan tersebut mendorong umat Islam kembali ke "masa-masa jahiliah" dimana kebencian antar-mazhab mengalahkan akal sehat dan hati nurani, menjadikan musuh-musuh Islam leluasa menjadikan umat Islam sebagai "sapi perah".

Anehnya, hal yang "sangat menyedihkan" tersebut justru disambut dengan penuh semangat oleh kolom Resonansi Harian Republika yang ditulis oleh Ikhwanul Kiram Mashuri dengan judul "Ketika Syekh Qardhawi Akui Kesalahan Fatwanya" tertanggal 10 Juni 2013. Lihatlah semangat yang dibawa oleh tulisan tersebut sbb:

"Syekh Qardhawi tidak salah ketika melemparkan keinginannya untuk mendekatkan mazhab-mazhab dalam Islam. Ia juga tidak salah ketika menyerukan perlunya saling bahu-membahu antar-pemimpin Muslim. Ide Syekh Qardhawi, lanjut Al-Rasyid, adalah sangat baik dan terpuji. Yang salah adalah ia (Qardhawi) kurang memahami strategi politik yang dimainkan oleh para pemimpin negara-negara di Timur Tengah, terutama para pemimpin Iran".

Secara sepintas alinea tersebut di atas memberikan "nuansa kesejukan" bagi upaya persatuan Islam khususnya yang pernah dilakukan Qardhawi. Namun bagian terakhirnya seperti "mengejek" upaya tersebut sebagai sebuah kesia-siaan karena "kesalahan Iran".

Sangat disayangkan, baik Qardawi maupun tulisan di Republika di atas tidak memberikan penjelasan tentang apa kesalahan yang telah dilakukan Hizbollah, Iran dan Syria kecuali retorika-retorika tanpa fakta yang jelas.

“Saya pernah membela-selama bertahun-tahun-Hasan Nasrullah yang menamai partainya Partai Allah (Hizbullah), padahal partai itu adalah partai tirani (thoghut) dan partai setan. Mereka membela Bashar Assad,” kata Qardhawi sebagaimana ditulis dalam artikel Resonansi "Republika".

Apakah hanya karena membela Assad lantas Hizbollah dan Iran berhak untuk disebut sebagai pengikut setan? Bukankah banyak juga ulama Sunni, seperti Sheikh al-Bouthi dari Syria, atau Sheikh Hammoud dari Sidon Lebanon, atau Sheikh Salahuddin bin Ibrahim Abu Arafa sang Imam Masjid Al Aqsa Palestina, yang juga membela Assad?

Bahkan tentang dosa-dosa yang dilakukan Assad sendiri, baik Qardhawi maupun  musuh-musuh Assad lainnya tidak pernah menyajikan data kejahatan-kejahatan Assad. "Pokoknya Assad adalah jahat. Ia membantai rakyatnya sendiri!" demikian kata para pembenci Basar al Assad tanpa pernah bisa menyajikan data kapan pembantaian-pembantaian tersebut dilakukan, dimana tempat kejadiannya dan berapa jumlah korbannya. Dan ketika mereka menyajikan fakta, ternyata hanya propaganda murahan hasil rekayasa media-media dan inteligen barat.

Tentu saja Bashar al Assad memiliki banyak kekurangan. Tapi bukankah hal yang saja juga dimiliki para penguasa Arab dan Islam lainnya. Bagaimana dengan penguasa Qatar, negeri dimana Qardhawi tinggal, yang tidak lebih daripada "binatang piaraan" Amerika? Sebagaimana kita ketahui dan telah ditulis di blog ini bahwa Amerika baru saja memerintahkan Emir dan perdana menteri Qatar untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dan dipatuhi tanpa protes. Belum lagi jika kita pertimbangkan juga dosa-dosa mereka mengikuti Amerika mengobarkan kerusakan di Irak, Libya dan berbagai negara muslim lainnya yang sampai saat ini belum pulih. Atau sikap para pemimpin Arab yang diam membisu melihat penjajahan Israel atas rakyat Palestina, saudara mereka yang malang yang selama 60 tahun hidup tertindas.

Perubahan sikap Qardhawi yang begitu kontras terhadap Hizbollah, Iran dan Syria telah menunjukkan ketidak-stabilan akal dan emosi Qardhawi. Apalagi jika kita amati pernyataan-pernyataannya yang sangat emosional dan jauh dari sikap bijaksana seorang ulama besar. Ia telah menjatuhkan dirinya sedemikian rupa sehingga kini tidak lagi berbeda dengan para ulama wahabi-salafi yang mulutnya tidak bisa berhenti dari sumpah serapah.

Jauh dari sifat itu adalah sikap pemimpin Hizbollah Hasan Nasrallah atau ulama-ulama Iran. Meski begitu sering dicaci dan dimaki, mereka tidak pernah membalas cacian dan makian tersebut. Jika mengecam, mereka tetap menggunakan bahasa yang santun tanpa "menunjuk hidung" yang dikecam. Bahkan kepada para pemberontak Syria yang begitu mereka benci, mereka menyebutnya dengan istilah "takfiri" alias orang-orang yang suka mengkafirkan orang lain. Kepada Amerika dan sekutu-sekutunya mereka menyebut sebagai "kekuatan arogan". Hanya Khomeini yang pernah menyebut Amerika sebagai "setan besar". Tentu saja kepada sesama muslim, walau sangat dibencinya, Khomeini tidak akan pernah menyebutnya sebagai "kafir" atau "pengikut setan".

Jika kita mau bersikir jernih dengan melihat sejarah dalam perspektif yang berimbang, apa yang dilakukan Iran dan Hizbollah hanya ada 2 hal: Pertama mengangkat harkat martabat umat Shiah yang selama beratus-ratus tahun hidup dalam penjajahan, tidak saja oleh pemerintahan-pemerintahan musrik seperti Inggris dan regim Shah Pahlevi serta Saddam Hussein, namun juga oleh penguasa-penguasa Sunni. Dan yang kedua adalah membela hak-hak rakyat Palestina.

Demi Allah, Hizbollah, Iran dan Bashar al Assad lebih mulia dari para pembenci mereka, yang telah mengkhianati rakyat Palestina dan kehormatan bangsa Arab dan umat muslim sedunia dengan berdiam diri terhadap sepak terjang Amerika dan Israel. Sedang mereka, Hizbollah, Iran dan Bashar al Assad adalah orang-orang yang dengan gagah berani melawan Amerika dan Israel.

Tanyakan kepada sebagian besar rakyat Palestina dan Lebanon, siapa yang paling besar jasanya bagi mereka? Jawabannya adalah Iran dan Hizbollah. Bahkan para pemimpin Hamas, sekalipun mereka kini berpaling dari Iran karena tergiur oleh kekuasaan Muhammad Moersi di Mesir, tidak akan bisa membantah jasa-jasa Iran dan Bashar al Assad kepada mereka.



0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
http://tusoh.blogspot.com/

0 komentar: