BANDA ACEH - Bioskop pernah berjaya di Aceh, namun meredup ketika
konflik memanas mulai tahun 90an. Pendirian kembali bioskop di provinsi
bersyariat Islam itu kini mulai dirindukan lagi.
Warga Banda
Aceh menginginkan adanya bioskop, sebagai tempat untuk menonton
film-film terbaru. Mereka mengaku kecewa dengan belum adanya izin
pendirian bioskop di kota ini.
Ade Haryandi, seorang pemuda di
Banda Aceh mengatakan, bioskop penting didirikan kembali di sana untuk
kebutuhan generasi muda. Karena selain wahana hiburan, bioskop dinilai
bisa menjadi media edukasi.
"Jangan di lihat sisi negatifnya
saja, jangan di lihat hiburan semata. Tapi media audio visual seperti
bioskop sangat efektif dimanfaatkan sekarang ini untuk mendidik
masyarakat. Apalagi kita lihat, masyarakat Aceh bukan tipe pembaca, dan
pendengar saja," ujarnya kepada Senin (10/6/2013).
Sangat
banyak film terbaru yang mendidik sekarang ini, sayangnya film-film
tersebut sulit untuk ditonton langsung di Aceh, karena tak adanya
bioskop. Warga di sana baru bisa menikmatinya setelah film beredar dalam
bentuk VCD atau DVD. "Sudah basi di tempat lain, baru kita bisa
nonton," sebutnya.
Ketiadaan bioskop di Aceh, kata Ade,
sebenarnya bisa membudayakan perilaku negatif dikalangan anak muda.
Mereka akan terdorong mencari atau mendownload film-film terbaru secara
ilegal di internet. Apalagi akses internet di kota ini tersedia hampir
di semua tempat.
"Akhirnya mereka bisa saja akan lari dari apa
yang ingin dicari, lantas bisa ke hal yang negatif, tanpa ada yang
mengawasi. Misalnya mengarah ke film-film porno," tutur penyiar radio
swasta ini.
Selain itu ketiadaan bioskop dinilai bisa mengarah
kepada kebiasaan warga membeli VCD atau DVD bajakan, yang diakui selalu
lebih cepat beredar di pasaran ketimbang yang original.
"Ini
sebenarnya sangat merugikan insan perfilman, tapi mau gimana lagi
masyarakat sudah menganggap ini biasa," kata Azzumar Firdhia (21)
mahasiswi Jurusan Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala (Unsyiah)
Banda Aceh.
Menurutnya bioskop bisa menjadi tempat menonton
film-film bermutu, sehingga masyarakat bisa tercerahkan. Ini penting
mengingat selama ini masyarakat hanya punya pilihan menonton sinetron
yang diputar TV-TV swasta setiap malam yang sangat minim nilai edukasi.
Pendirian bioskop memang masih sulit terealisasi di Aceh, karena
bioskop masih dianggap sebagai lumbung maksiat yang bisa menimbulkan
perbuatan melanggar syariat Islam.
Azzumar tak sepenuhnya
setuju dengan pendapat ini. "Kalau takut bisa menimbulkan hal-hal
negatif, kan bisa dipisah tempat duduk laki-laki dan perempuan atau di
tempatkan WH (polisi syariah) saja di ruang bioskop untuk mengawasi
penonton," usulnya.
Hal senada juga diungkap Ade Haryandi. Dia
menilai Aceh yang memiliki aturan syariat Islam justru lebih memudahkan
dalam mengatur perilaku orang dalam bioskop agar tidak berbuat maksiat.
"Maksiat di mana saja bisa dilakukan, kita lihat yang udah-udah (di
Banda Aceh) di depan mata saja ada yang berbuat maksiat. Kalau ada
keinginan mendirikan bioskop pasti solusinya ada," sebutnya.
Sementara itu, Wali Kota Banda Aceh, Mawardi Nurdin mengakui, banyak
permintaan mendirikan bioskop di kota itu. Bahkan pihaknya sudah
mendapat tawaran dari investor yang bersedia mendirikan bioskop di Banda
Aceh, namun investasi ini belum bisa diwujudkan katena belum mendapat
izin dari ulama.
"Banyak sekali yang minta kepada saya untuk mendirikan bioskop, tetapi kita belum dapat izin," sebut Mawardi.
Menurutnya masyarakat sangat menginginkan adanya bioskop, karena banyak
film-film bagus yang dapat dicontoh oleh anak-anak muda sekarang. "Tapi
apa boleh buat, kita belum dapatkan izinnya," ujar dia lagi.
Padahal, lanjut Mawardi, bila sudah diizinkan pendiriannya maka teknis
di dalamnya bisa disiasati agar tidak terjadi pelanggaran syariat Islam,
seperti yang ditakutkan sebagian kalangan selama ini.
Mawardi
berjanji dalam dua tahun ini tetap berupaya untuk mendapat izin
pendirian bioskop di Banda Aceh. "Dalam dua tahun ini kita akan terus
berupaya pendirian bioskop bisa terwujud," ujarnya.
Bioskop
bukanlah barang asing di Aceh karena sudah pernah ada sejak era 70an.
Namun konflik yang memanas membuat bisnis bioskop tutup satu satu dan
sampai sekarang tak bisa bangkit lagi, karena susahnya mendapat izin.
Bekas gedung-gedung bioskop di Banda Aceh kini sudah beralih fungsi
menjadi mall, markas TNI dan gedung pemerintahan. [Okezone, Foto
Kompasiana, Atjehpost]
Senin, 10 Juni 2013
Bioskop Masih 'Haram' di Aceh: Ulama vs Walikota
0 Komentar di Blogger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)