Menu

Sabtu, 01 Juni 2013

RUU Wajib Militer Tuai Kontroversi

http://indonesian.irib.ir/image/image_gallery?uuid=90604ee1-4bff-4783-8052-96827e3c6c0a&groupId=10330&t=1370057413637


Rancangan Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di dalamnya, RUU ini mewajibkan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat mengikuti program Komponen Cadangan.

RUU ini sudah ada di DPR sejak 2002. Awal tahun ini pernah dibahas. Namun saat ini belum menjadi prioritas dalam pembahasan RUU di DPR. Pembahasan RUU Komcad ditunda hingga RUU Keamanan Nasional (Kamnas) selesai.

Pasukan Komponen Cadangan dibentuk untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dalam upaya penyelenggaraan pertahanan negara.

Sebagaimana termuat dalam pasal 6 ayat 1, bentuk pasukan Komponen Cadangan ada tiga. Komponen Cadangan Marta Darat, Laut dan Udara. Komponen Cadangan hanya digunakan pada saat latihan dan mobilisasi. Dalam keadaan damai, Komponen Cadangan dibina dan disiapkan sebagai potensi pertahanan.

Lalu, siapa saja warga negara yang wajib menjadi pasukan Komponen Cadangan?

Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/ atau buruh yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.

Ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan dan dipanggil, wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.

Ayat (3) warga negara selain Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/ atau buruh dan mantan prajurit TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat secara suka rela mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.

Untuk menjadi anggota Komponen Cadangan harus memenuhi persyaratwan umum, persyaratan khusus, latihan dasar kemiliteran. Persyaratan umum mencakup warga negara Indonesia yang berusia 18 tahun, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pro-Kontra

Seperti biasa, setiap Rancangan Undang-Undang yang akan dan sedang dibahas DPR, menimbulkan pro dan kontra.

Anggota Komisi IX bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan dan Kesehatan, Poempida Hidayatullah, Jumat 31 Mei 2013, menyambut baik RUU ini. Menurutnya, masyarakat yang dilatih hanya bersifat pasif. Termasuk warga negara Indonesia yang diwajibkan, PNS, buruh dan mantan prajurit tentara.

"Itu bagus. Jangan batasi kategori buruh, karena PNS juga buruh. Pendidikan militer itu bagus, tidak negatif," katanya.

Selain itu, yang paling penting, RUU ini menjawab kekhawatiran mengenai nasionalisme rakyat yang sudah mulai terkikis. Dengan adanya program Komponen Cadangan, nasionalisme rakyat akan bertambah. Mental menjadi lebih tangguh, berdedikasi dan disiplin.

"Ini bisa memacu, berkorelasi pada kinerja. Saat ini sangat dibutuhkan," tuturnya.

Namun dia punya catatan jika RUU ini disahkan. "Harus ada pengawasan ketat." Kata Poempida, meski pasif, anggota Komponen Cadangan ini rentan disalahgunakan. Terutama oleh penguasa. "Penguasa, dalam konteks ini bisa melakukan banyak hal dari komponen ini. Jangan sampai bisa digerakkan oleh siapa saja," katanya.

Dukungan juga disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Kiemas, Jumat 31 Mei 2013. Menurut politikus senior PDI Perjuangan itu, warga negara Indonesia wajib mengikuti program ini.

"Perlu (wajib militer). Tiap negara di dunia ada wajib militer, itu komponen cadangan. Saya setuju," kata Kiemas. Wajib militer, katanya, tidak hanya berguna jika terjadi perang. Saat gempa terjadi, masyarakat yang ikut program ini bisa diturunkan untuk menangani masalah.

Sementara, penolakan disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Ode Ida. Menurut La Ode, Jumat 31 Mei 2013, RUU Komponen Cadangan tidak relevan dengan kondisi saat ini. "Urgensi wajib militer itu apa sebetulnya. Dunia kan tidak mengarah ke perang, tapi dialog bilatetal atau multilateral," kata La Ode.

"Wajib militer itu diperlukan bagi negara yang memiliki ancaman yang besar. Indonesia tidak memiliki ancaman berarti. Kita tidak sedang berperang," tuturnya.

Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, Jumat 31 Mei 2013, dengan tegas menolak RUU ini. Kata Ribka, RUU Komponen Cadangan adalah upaya militerisasi masyarakat. "Itu ide konyol. Saya menolak. Ini upaya militerisasi di semua lini. Kita punya pengalaman itu pada masa lalu," kata Ribka.

Selain itu, menurutnya, keinginan buruh dan pekerja saat ini bukan mengikuti wajib militer. Tuntutan buruh adalah bagaimana kesejahteraannya membaik. "Upaya militerisasi justru akan menjadikan intervensi pada buruh," katanya.

Kata Ribka, kondisi militer Indonesia saat ini justru sudah membaik. Militer masih sanggup untuk mempertahankan keamanan negara. Sehingga tidak dibutuhkan program wajib militer.

"Gagasan ini hanya untuk pengalihan isu. Di mana buruh menuntut kesejahteraan lebih baik. Ini jadi bagian upaya provokasi militer terhadap buruh. Ini bahaya." tutur politikus PDI Perjuangan.

Agar Wajib Militer Tidak Disusupi Teroris

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendukung usulan agar setiap warga negara harus ikut wajib militer. Sekretaris Jenderal PPP, Romahurmuziy atau biasa dipanggil Romi, menyatakan hal itu, Jumat 31 Mei 2013.

Menurutnya, wajib militer ini harus benar-benar dilakukan seleksi agar unsur-unsur sparatis dan teroris tak masuk ke dalamnya.

"Yang perlu dipastikan, seleksi atas eligibilty tetap harus dilakukan baik secara fisik, mental, psikis dan ideologis, untuk memastikan tidak ada komponen separatis dan teroris menginfiltrasi wajib militer tersebut," kata Romi dalam pesan singkatnya.

Namun, Romi tak menjelaskan lebih lanjut, bagaimana proses seleksi itu agar tak dimasuki unsur sparatis. "Pasti ada (cara seleksi), mereka yang lebih paham," kata dia.

Namun, secara keseluruhan, PPP mendukung penuh adanya rencana wajib militer bagi setiap warga negara. Sebab, kata dia, wajib militer untuk meningkatkan kembali disiplin masyarakat dan menghidupkan praktek doktrin pertahanan rakyat semesta.

Romi pun, juga mendukung adanya sanksi yang diberikan pada warga negara yang menolak ikut wajib militer. "Sanksi harus ada, agar setiap warga punya kedisiplinan," kata dia. (IRIB Indonesia/Vivanews)

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
http://tusoh.blogspot.com/

0 komentar: