Menu

Senin, 03 Juni 2013

Diktator baru dari Istanbul

http://klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2013/06/04/200043/540x270/diktator-baru-dari-istanbul.jpg


Akin, seorang warga Turki berusia sekitar 28 tahun sudah empat hari ini menginap di Lapangan Taksim, Ibu Kota Istanbul, Turki. Dia dan ribuan warga lainnya bermaksud melengserkan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dari jabatannya.
Negeri sedari awal adem ayem, tiba-tiba bergejolak lantaran pohon-pohon rindang sebanyak 600 batang ditebang. Warga curiga ini lantaran akan dibangun pusat perbelanjaan seperti dicanangkan pemerintahan Erdogan. Mereka jelas tak setuju lantaran Taksim bukan hanya sekedar rekreasi dan ruang hijau tapi juga simbol perlawanan rakyat sejak 1980. Demikian dilansir news.com.au.
Ini saatnya membuktikan kredibilitas Erdogan sebagai tokoh paling berpengaruh di wilayah Timur Tengah. Perdana menteri berkumis tipis itu pernah disebut-sebut berhasil menerapkan demokrasi-sekularisme-modernisasi sesungguhnya di negara mayoritas berpenduduk muslim, sementara kawasan lain bergejolak.
Erdogan bukan tanpa cacat dalam mengawal demokrasi di negaranya. Hampir bisa dipastikan kejadian menyebabkan tatanan masyarakat sedikit beriak maka oposisi selalu dituding menjadi penyebabnya. Seperti terjadi di Malaysia. Pihak berlawanan main tunjuk kesalahan, dan Turki kini tengah mengalaminya. Erdogan resmi mengatakan partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP) mendalangi unjuk rasa besar-besaran menentang pemerintah.
Pihak oposisi memang belum menanggapi tudingan Erdogan namun tanda-tanda kediktatoran dalam diri lelaki 59 tahun itu sedikit jelas. Dia juga menuding kekerasan ini lantaran beberapa demonstran terbukti membawa minuman keras. Pemabuk, mereka yang ekstremis, agen asing, dan bahkan jejaring sosial Twitter terlalu memprovokasi. Erdogan menyalahkan semua orang kecuali dirinya sendiri.
"Dia takut mengakui dan tidak menerima kenyataan protes itu semua bersifat spontan dan hanya diorganisir sekelompok kecil orang yang bahkan belum pernah berhubungan langsung dengan politik Turki," ujar pengamat dari Universitas John Hopkins asal Ibu Kota Istanbul Gareth Jenkins, seperti dilansir situs usatoday.com (3/6).


sumber:http://www.merdeka.com

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
http://tusoh.blogspot.com/

0 komentar: