Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, pasca pertemuan
dengan sejawatnya asal Inggris William Hague, menekankan bantuan senjata
kelompok oposisi Suriah. Amerika Serikat mengambil langkah yang
berlawanan dengan aksi pamernya mengupayakan Konferensi Jenewa Kedua
untuk menyelesaikan krisis Suriah melalui jalur diplomatik, dengan
berusaha menyulut api perang di negara Arab itu.
Kebijakan AS itu mendapat penentangan hebat dari Rusia. Dalam hal ini,
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dalam percakapannya dengan John
Kerry mengkritik keputusan Amerika mengirim bantuan senjata ke Suriah
dan menilainya akan meningkatkan pertumpahan darah. Menurut Lavrov
dukungan militer lebih lanjut Washington kepada kelompok oposisi Suriah
dapat memperluas instabilitas di kawasan. Adapun terkait klaim AS soal
penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah, Lavrov mengatakan,
fakta-fakta yang ada tidak membuktikan klaim penggunaan senjata kimia
oleh Damaskus.
Dalam hal ini Alexey Pushkov, Ketua
Komisi Luar Negeri Parlemen Rusia menyatakan, "Informasi mengenai
penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah sama seperti klaim palsu
kepemilikan senjata kimia oleh rezim Saddam, Irak. Barack Obama,
Presiden Amerika Serikat melangkah di jalur yang sama dengan
pendahulunya George W. Bush."
Obama untuk pertama
kalinya memberikan lampu hijau pengiriman senjata kepada kelompok
oposisi Suriah. Gedung Putih mengklaim bahwa pemerintah Suriah telah
menggunakan senjata kimia terhadap kelompok oposisi dan aksi ini dinilai
sebagai "garis merah" oleh Washington.
Di sisi lain,
meski menekankan peningkatan kekuatan kelompok bersenjata melalui
pengiriman senjata, namun Washington tampak masih ragu untuk
memberlakukan zona larangan terbang di Suriah. Dalam hal ini, Gedung
Putih menyinggung kesulitan implementasi skenario zona larangan terbang
di Suriah. Menurut para pejabat tinggi AS, skenario yang sukses
diberlakukan di Libya itu sangat berbahaya, mahal dan tidak tepat untuk
dilakukan di Suriah.
Berita ini dikemukakan sehari
setelah para pejabat tinggi Amerika Serikat menyatakan siap membantu
senjata kepada kelompok teroris Suriah. Asisten Penasehat Keamanan
Nasional Amerika Serikat, Ben Rods mengatakan, "Menciptakan zona
larangan terbangdi Suriah menimbulkan berbagai kesulitan logistik dan
strategis serta lebih sensitif dibanding tantangan yang dihadapi NATO
dan sekutu Arabnya di Libya pada tahun 2011."
Susan Rice,
Duta Besar Amerika Serikat di Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
mengemukakan pernyataan serupa tentang implementasi zona larangan
terbang di Suriah.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa
kelompok oposisi Suriah meminta Amerika Serikat segera memberlakukan
zona larangan terbang. Mereka mendesak para pejabat tinggi Washington
segera memberlakukannya mengingat kesuksesan militer Suriah membersihkan
kota strategis Al-Qusayr, serta kekalahan bertubi-tubi kelompok
bersenjata di berbagai wilayah. Saat ini pun, militer Suriah sedang
bergerak maju membersihkan kota Aleppo.
Untuk saat
ini, Amerika Serikat hanya bisa berharap dualismenya dalam krisis Suriah
mampu membuahkan hasil. Di satu sisi, AS mengklaim solusi diplomatik
untuk krisis Suriah, dan di sisi lain, meningkatkan bantuan persenjataan
kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah. Ditambah lagi dengan
berupaya meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Suriah dengan
melontarkan klaim penggunaan senjata kimia oleh Damaskus. Hanya saja, AS
tidak punya bukti dalam hal ini dan oleh karena itu tidak dapat
diandalkan untuk meyakinkan pihak-pihak lain khususnya Rusia.(IRIB
Indonesia/MZ)
Minggu, 16 Juni 2013
Reaksi Rusia Atas Klaim AS dan Bantuan Senjata untuk Teroris Suriah
0 Komentar di Blogger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)