Menu

Minggu, 16 Juni 2013

Reaksi Rusia Atas Klaim AS dan Bantuan Senjata untuk Teroris Suriah

http://indonesian.irib.ir/image/image_gallery?uuid=ecff40ae-fc62-47db-b242-6c4587120a65&groupId=10330&t=1371293533605


Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, pasca pertemuan dengan sejawatnya asal Inggris William Hague, menekankan bantuan senjata kelompok oposisi Suriah. Amerika Serikat mengambil langkah yang berlawanan dengan aksi pamernya mengupayakan Konferensi Jenewa Kedua untuk menyelesaikan krisis Suriah melalui jalur diplomatik, dengan berusaha menyulut api perang di negara Arab itu.

Kebijakan AS itu mendapat penentangan hebat dari Rusia. Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dalam percakapannya dengan John Kerry mengkritik keputusan Amerika mengirim bantuan senjata ke Suriah dan menilainya akan meningkatkan pertumpahan darah. Menurut Lavrov dukungan militer lebih lanjut Washington kepada kelompok oposisi Suriah dapat memperluas instabilitas di kawasan. Adapun terkait klaim AS soal penggunaan senjata kimia oleh militer Suriah, Lavrov mengatakan, fakta-fakta yang ada tidak membuktikan klaim penggunaan senjata kimia oleh Damaskus.

Dalam hal ini Alexey Pushkov, Ketua Komisi Luar Negeri Parlemen Rusia menyatakan, "Informasi mengenai penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah sama seperti klaim palsu kepemilikan senjata kimia oleh rezim Saddam, Irak. Barack Obama, Presiden Amerika Serikat melangkah di jalur yang sama dengan pendahulunya George W. Bush."

Obama untuk pertama kalinya memberikan lampu hijau pengiriman senjata kepada kelompok oposisi Suriah. Gedung Putih mengklaim bahwa pemerintah Suriah telah menggunakan senjata kimia terhadap kelompok oposisi dan aksi ini dinilai sebagai "garis merah" oleh Washington.

Di sisi lain, meski menekankan peningkatan kekuatan kelompok bersenjata melalui pengiriman senjata, namun Washington tampak masih ragu untuk memberlakukan zona larangan terbang di Suriah. Dalam hal ini, Gedung Putih menyinggung kesulitan implementasi skenario zona larangan terbang di Suriah. Menurut para pejabat tinggi AS, skenario yang sukses diberlakukan di Libya itu sangat berbahaya, mahal dan tidak tepat untuk dilakukan di Suriah.

Berita ini dikemukakan sehari setelah para pejabat tinggi Amerika Serikat menyatakan siap membantu senjata kepada kelompok teroris Suriah. Asisten Penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Ben Rods mengatakan, "Menciptakan zona larangan terbangdi Suriah menimbulkan berbagai kesulitan logistik dan strategis serta lebih sensitif dibanding tantangan yang dihadapi NATO dan sekutu Arabnya di Libya pada tahun 2011."

Susan Rice, Duta Besar Amerika Serikat di Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengemukakan pernyataan serupa tentang implementasi zona larangan terbang di Suriah.

Sejumlah laporan menyebutkan bahwa kelompok oposisi Suriah meminta Amerika Serikat segera memberlakukan zona larangan terbang. Mereka mendesak para pejabat tinggi Washington segera memberlakukannya mengingat kesuksesan militer Suriah membersihkan kota strategis Al-Qusayr, serta kekalahan bertubi-tubi kelompok bersenjata di berbagai wilayah. Saat ini pun, militer Suriah sedang bergerak maju membersihkan kota Aleppo.

Untuk saat ini, Amerika Serikat hanya bisa berharap dualismenya dalam krisis Suriah mampu membuahkan hasil. Di satu sisi, AS mengklaim solusi diplomatik untuk krisis Suriah, dan di sisi lain, meningkatkan bantuan persenjataan kepada kelompok-kelompok teroris di Suriah. Ditambah lagi dengan berupaya meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Suriah dengan melontarkan klaim penggunaan senjata kimia oleh Damaskus. Hanya saja, AS tidak punya bukti dalam hal ini dan oleh karena itu tidak dapat diandalkan untuk meyakinkan pihak-pihak lain khususnya Rusia.(IRIB Indonesia/MZ)

0 Komentar di Blogger
Silahkan Berkomentar Melalui Akun Facebook Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda
http://tusoh.blogspot.com/

0 komentar: